Lapar: Menuju Kenyang Sejati

2,329 views

Oleh: Fathoni (Dosen HAN FH Unila)

Pegiat Filsafat Jatidiri Indonesia
Lapar adalah salah satu kata yang setua peradaban manusia. Siapa saja rela melakukan apa saja demi terhindar dari: lapar dan kelaparan. Saking pentingnya kosa kata ini, sehingga kini menjadi jargon, dibicarakan dalam seminar resmi, konferensi internasional, bahkan Sidang PBB. Banyak sekali program yang direncanakan, tapi pada intinya hanya satu: Jangan sampai manusia mengalami kelaparan.
Program-program itu bisa bernama: pengentasan rawan pangan, kedaulatan pangan, kemandirian pangan, rekayasa produksi pangan, dan sebagainya. Intinya, manusia tidak mau lapar, tentu termasuk di dalamnya: tidak mau juga mati kehausan. Program macam ini laris manis di era pergantian pemimpin, bahkan menjadi visi misi wajib.
Lapar dan haus juga seringkali menjadi personifikasi dan metafora tentang kekuasaan. Kalau ada seorang raja yang sangat berkuasa, lalu ingin terus berkuasa, kita menyebutnya: haus kekuasaan. Kekuasaan dan kenyang sejati adalah dua sisi mata uang yang sering berbenturan dalam kehidupan manusia. Di satu sisi, manusia memiliki dorongan alami untuk mencapai kekuasaan dan kontrol. Di sisi lain, terdapat kebijaksanaan untuk menahan diri dan tidak terjebak dalam nafsu duniawi.
Lapar kekuasaan dapat diartikan sebagai ambisi berlebihan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan. Hal ini sering kali dipicu oleh rasa egois, keserakahan, dendam, dan keinginan untuk mendominasi orang lain. Kekuasaan yang didapatkan dengan cara ini sering kali disalahgunakan untuk kepentingan pribadi, seperti korupsi, nepotisme, dan penindasan.
Kenyang sejati, di sisi lain, adalah keadaan di mana seseorang merasa puas dan bahagia dengan apa yang dimilikinya. Ini bukan berarti pasrah dan tidak memiliki ambisi, tetapi lebih kepada fokus pada pengembangan diri dan mencapai tujuan hidup yang lebih mulia. Dan kemuliaan tidak diukur dari seberapa tinggi pangkat dan kedudukan. Pangkat dan kedudukan itu hanya titipan Tuhan, dan sifatnya sangat sementara dan sebentar. Sewaktu-waktu bisa dicabut dan hilang. Kehidupan ini laksana roda, sehingga yang dicabut tadi segera digantikan oleh yang lain. Pada akhirnya, semua adalah dalam rangka menjalani takdir.
Kenyang sejati tercipta ketika seseorang mampu mengendalikan hawa nafsu dan tidak tergoda oleh gemerlap dunia yang menipu. Kata filsafat Jawa, hidup itu adalah Cuma “mampir ngombe”. Kata mampir mengindikasikan makna yang sangat sebentar, sementara “ngombe” artinya minum dengan cepat. Tidak pakai gorengan. Kalau ada gorengannya, ada jajannya sebagai teman minuman tadi, orang Jawa menyebutnya “Wedhangan”, minum sambil santai bercengkerama.
Menahan diri adalah kunci untuk mencapai kenyang sejati. Ini berarti mampu mengendalikan keinginan dan hawa nafsu di tengah kesempatan yang ada. Contohnya, ketika seseorang memiliki kekuasaan, ia tidak menggunakannya untuk korupsi atau menindas orang lain. Ketika seseorang memiliki akses ke berbagai fasilitas, ia tidak terlena dan tetap fokus pada tujuan hidupnya. Zuhud dalam konteks ini bukan karena keterpaksaan, tetapi karena kesadaran diri dan keteguhan hati.
Berani lapar di depan potensi makanan adalah metafora yang menggambarkan kemampuan seseorang untuk menahan godaan dan tetap pada prinsipnya. Ini seperti seorang petapa yang mampu “bersemadi” di tengah keramaian. Tapa ngrame, kata orang Jawa.
Bersemedi dan menyepi dalam keramaian adalah cara lain untuk mencapai kenyang sejati. Di tengah hiruk pikuk dunia yang penuh dengan godaan, seseorang perlu mencari waktu untuk menenangkan diri dan merenungkan hidupnya. Dengan cara ini, ia dapat menemukan kebahagiaan dan kedamaian yang sesungguhnya.
Kesimpulannya, lapar kekuasaan dan kenyang sejati adalah dua pilihan yang selalu ada di depan manusia. Lapar kekuasaan menjerumuskan manusia ke dalam keserakahan dan penindasan, sedangkan kenyang sejati mengantarkan manusia ke dalam kebahagiaan dan kedamaian. Menahan diri adalah kunci untuk mencapai kenyang sejati, dan berani lapar di depan potensi makanan dan bersemedi dalam keramaian adalah dua cara untuk mencapainya. Semuanya itu sangat berat dilakukan, kecuali oleh orang-orang yang khusyuk dan ikhlas. Tabik.

Natar, 4-04-2024