Jakarta – Ketua DPP Bidang Advokasi F-Buminu Sarbumusi, Abdul Rahim Sitorus mengatakan sekitar 10 PMI yang bekerja di Hong Kong setiap bulan ditagih hutang oleh pihak finance Hong Kong sekitar Rp 43 juta.
“Sekitar bulan Oktober 2022 ada 10 PMI (Pekerja Migran Indonesia) mengadu ke “Union of United Domestic Workers”, serikat PMI Pekerja Rumah Tangga (PRT) resmi di Hong Kong. Ternyata mereka setiap bulan ditagih hutang oleh finance Hong Kong sebesar HKD3,686 selama 6 kali dengan total HKD22,116 atau sekitar Rp 43 juta,” ucapnya dalam keterangan tertulis kepada awak media, Jum’at (16/6) kemarin.
Menurutnya, 10 dari 7 orang PMI tersebut ada yang memakai BNI Fleksi berupa Kredit Tanpa Agunan (KTA) PMI. Akan tetapi dalam pelaksanaan KTA BNI ini, hutang justru tetap ditagih oleh pihak Debt Collector di Hong Kong.
“Dari 10 orang PMI, ada 7 (tujuh) orang yang memakai program bank BNI Fleksi berupa Kredit Tanpa Agunan (KTA) PMI. Persoalan muncul menimpa para PMI terkait pelaksanaan program KTA BNI. Sebab, setelah berada di Hong Kong ternyata mereka ditagih oleh debt collector bernama “Sincere Credit Limited” Hong Kong yang mengatasnamakan Koperasi Simpan Pinjam “Karsa Indonesia Maju” (KSP KIM),” ungkapnya.
Ia menyebut P3MI, Koperasi Simpan Pinjam, lembaga penagih di Hong Kong dan BNI mesti bertanggung jawab terhadap kasus yang menimpa para PMI tersebut.
“Para pihak yang terlibat dan bertanggung jawab atas kasus overcharging yang menimpa para PMI tersebut adalah P3MI, Koperasi Simpan Pinjam, lembaga penagih di Hong Kong dan tentunya pihak BNI,” ucap Abdul Rahim.
BP2MI dalam perkara ini menurutnya, sudah mendapatkan laporan dari banyak PMI korban kasus tersebut, sehingga pada bulan Maret 2023 BP2MI menangguhkan pelaksanaan program KTA BNI bagi PMI.