Duh….Kajari TTU Intimidasi Wartawan?

2,534 views

KUPANG – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Robert Lambila, SH, MH diduga telah melakukan intimidasi dan kriminalisasi terhadap FN, Wartawan FH-NTT.

Dugaan adanya intimidasi itu dilakukan dengan cara memanggil snag wartawan sebanyak 6 kali namun hanya 2 kali mendapat surat panggilan.

Bahkann, ponsel wartawan FN disita tanpa Surat Perintah Pengadilan.

Selain itu, berita-berita tulisan FN tentang kasus Embung Nifuboke diprint jaksa dan mempertanyakan berita-berita tersebut dalam pemeriksaan.

Kepada awak media (9-10/3/23), FN juga mengaku dipaksa mengakui adanya transaksi/pemberian uang.

Ia juga mengaku diperiksa dalam ruang yang dijaga oleh 13 orang jaksa, dikawal ketat bak penjahat kelas kakap.

“Saya sebagai jurnalis FH-NTT, saya merasa dalam hati kok setiap kali saya tulis berita terkait proyek di kabupaten TTU, saya dipanggil dan diperiksa terkait pemberitaan. Saya merasa ketakutan juga dan saya diintimidasi habis-habisan. Ini yang membuat saya kecewa karena menghalang-halang kebebasan pers. Saya merasa dikriminalisasi,” ungkap FN.

FN menjelaskan bahwa Sejak tanggal 10 Februari 2023, ia merasa diintimidasi dan ditekan/dipaksa oleh Kajari Kambila dan anak buahnya, antara lain Kasi Pidsus, Andrew Keya dan Kasi Intel, Hendrik Tiip.

“Sejauh ini saya memang ditekan habis-habisan. Kalau saya muat berita atau mereka baca berita yang saya buat, mereka langsung panggil saya untuk menghadap. Mereka bilang, Adik sudah tidak usah tulis berita. Adik masih muda. Urus ko nikah. Supaya ini masalah selesai ko adik bisa urus yang lain-lain. Mereka tekan saya supaya jangan buat berita dan jangan bagikan berita yang ada,” paparnya.

FN juga membantah pernyataan Kajari Lambila bahwa dirinya diperiksa sebagai anggota Araksi.

“Kalau saya dipanggil sebagai anggota Araksi, kenapa ID Card Pers saya diminta dan di copy? Kenapa mereka print berita-berita saya lalu tanya dan minta penjelasan saya tentang berita terkait Embung Nifuboke?” ungkapnya.

Menurut FN, ia telah menjadi wartawan FH-NTT sekitar 3 tahun. “Saya menjadi anggota Araksi TTU, sebagai Wakil Ketua Bidang Media sudah 4 bulan. Tugas saya hanya sebatas publikasi media saat ada jumpa/pernyataan pers Araksi. Tidak lebih dari itu,” imbuhnya.

Disebutkannya, Ia sudah dipanggil sebanyak 6 kali.

“Saya dipanggil 6 kali. Tiga kali diambil Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Tapi hanya di kasih 2 surat panggilan. Surat panggilan tanggal 10 Februari 2023 baru dikasih untuk ditandatangani tanggal 21 Februari 2023. Sedangkan surat panggilan kedua, untuk pemeriksaan tanggal 20 Februari 2023, di kasih pada tanggal 19 Februari 2023. Sementara pemeriksaan tanggal 11 tanpa surat panggilan. Selain itu, saya juga dipanggil pertelepon tidak untuk untuk ditanya-tanya dan disuruh untuk tidak buat berita terkait dugaan korupsi Embung Nifubije dan proses pemeriksaan saya oleh Kejari TTU,” ujarnya.

BACA JUGA :   PTUN Kembalikan Anwar Usman Jadi Ketua MK Lagi? Jubir MK: Tidak Benar

Pemeriksaan pertama, jelas FN dilakukan pada tanggal 10 Februari 2023. “Itu tanpa surat panggilan. Awalnya, saya dan Ketua Araksi TTU, CB diminta Kasi Intel Kejari TTU, Hendrik Tiip untuk minum kopi. Kami bertemu di rumah makan di samping kantor Bank NTT. CB minum kopi dan saya makan. Kasi Intel bilang saat itu, makan banyak adik karena nanti kita lama. Kemudian kami ke kantor Kejari, saya diarahkan untuk duduk di ruang tunggu , selama 3 menit. Ketua Araksi TTU, CB diminta tinggalkan HP dan ikut dengan Kasi Intel Hendrik Tiip ke ruangan,” bebernya.

Kemudian, lanjut FN, datang Kajari TTU, Roberth Jimmy Lambila.

“Trus dia bilang, Lu wartawan ikut saya ke ruangan. Itu sekitar pukul 14.00 WITA. Setelah saya tiba di ruanganya, saya ditanyai terkait dengan Embung Nifuboke TTU yang sementara bermasalah sebab pengerjaannya tidak sesuai dengan mekanisme. Lalu saya jawab, sesuai dengan hasil observasi saya di lapangan bahwa terkait Embung tersebut memang benar tak ada asas manfaat sebab Embung Nifuboke yang dibangun dengan uang negara mubasir, tidak ada airnya. Saya jelaskan kalau pun ada air itu ditarik dari Kali Oeluan. Kajari Robert mengatakan adik mengaku saja karena target kami AB (Ketua Araksi NTT, red) dan HT (Pengusaha asal TTU, red),” ungkapnya.

Lalu, lanjut FN, Kajari TTU meminta salah satu penyidiknya untuk mengarahkannya ke ruang sebelah untuk dimintai keterangan terkait dengan Embung Nifuboke. Saat itu, FN diperiksa hingga jam 1 malam.

“Saya didesak habis-habisan untuk mengakui pertanyaan mereka bahwa saya melihat pemberian uang dari Kontraktor Pelaksana Embung Nifuboke, MT (Direktur CV. Gratia) kepada Ketua Araksi TTU. Tapi saya bilang saya tidak lihat bagaimana saya bilang lihat. Saya diperiksa sampai jam 1 malam,” jelasnya.

Setelah itu, lnjut FN, ponselnya disita dan ia dipaksa untuk menandatangani surat penyitaan.

“Saat itu HP saya disita. Dan di Jam 1 malam itu (11/3/23 dini hari, red), saya dipaksa tanda tangan surat penyitaan HP. Saya mengatakan, Hai bapak ini sudah bagaimana kok hp saya disita tanpa prosedural? Lalu penyidik mengatakan ini sudah sesuai dengan mekanisme yang ada dan adik pasti paham,” ujarnya menirukan perkataan Jaksa.

BACA JUGA :   Ruang Kerja Gubernur - Wakil Gubernur Jatim Digeledah KPK

Pada saat itu, sekitar Jam 1 WITA, FN juga dipaksa untuk menandatangani surat panggilan untuk diperiksa pada tanggal 13 Februari 2023 Pukul 09.00 WITA.

Pemeriksaan kedua, lanjut FN, dilakukan pada 11 Februari 2023.

“Saat saya masuk ke dalam ruangan Kajari pada tanggal 11 Februari 2023, dibagian kanan ada 3 orang jaksa, dibagian kiri 3 orang, di depan Kejari TTU ada 2 orang, dan 4 orang di pintu untuk jaga saya,” jelasnya.

Saat itu, FN mengaku kembali diintimidasi supaya ia mengakui pertanyaan mereka (terkait dugaan pemberian/transaksi uang kepada CB Rp 12 Juta terkait Embung Nifuboke dan dugaan transfer uang ke AB sebesar Rp 100 Juta oleh kontraktor Jalan Nona Manis, red).

“Mereka tetap ajukan pertanyaan yang sama dan saya dipaksa untuk mengakui pertanyaan penyidik. Saya bilang, saya tidak lihat itu uang Rp12 juta yang di serahkan ke Ketua Araksi CB. Saya juga tidak tahu tentang Kasus jalan Nona Manis karena saya tidak pernah tulis kasus itu. Dan saya tidak tahu tentang uang Rp 100 juta itu. Tapi mereka tetap paksa saja untuk mengakui melihat uang Rp 12 juta itu dan tahu tentang transfer uang Rp 100 juta itu,” bebernya.

Tapi, lanjut FN, ia tetap konsisten bahwa ia tidak tahu menahu tentang hal itu. “Mereka bilang, adik mengaku saja. Adik masih muda, karier masih panjang. Kami akan lepas adik supaya urus nikah sudah,” kata FN dengan dialek khas TTU.

Menurut FN, saat itu, ia tidak di kasih kesempatan untuk beli rokok.

“Mau beli makan juga tidak dikasih kesempatan. Mereka bilang kalau makan kami yang beli karena ada dana untuk itu. Saya ke kamar mandi saja, juga di jaga ketat 2 orang jaksa,” ungkap Wartawan FN.

Selanjutnya, pada hari Minggu tanggal 12 Februari 2023 sekitar pukul 11.00 WITA, FN didatangi oleh dua orang yang tidak kenal di rumahnya di Benpasi untuk mengintimidasinya.

“Mereka pakai masker hitam dan topi. Saya yakin mereka dari Kejari TTU karena mereka menyampaikan kepada saya agar saya jujur dan terbuka dalam memberikan keterangan. Kalau tidak adik akan dijadikan sebagai tersangka. Mereka intimidasi saya,” ungkap FN.

BACA JUGA :   Kasus Lurah Margodadi, Metro Selatan Berakhir Damai! Polisi Lakukan Restorative Justice

Merasa diperlakukan sewenang-wenang, FN menulis kejadian intimidasi dan kriminalisasi tersebut dan posting di media FH-NTT.Com pada tanggal 12 Februari 2023.

“Pada Senin, 13 Februari 2023 saya datang ke Kejari TTU untuk diperiksa sesuai surat panggilan. Namun saya tidak diperiksa tapi hanya disuruh untuk mengakui pertanyaan mereka dan disuruh untuk tidak tulis berita serta tidak membagikan berita (berita Embung Nifuboke dan proses pemeriksaan wartawan FN oleh penyidik Kejari TTU),” ujarnya.

Pada tanggal 15 Februari 2023, kata FN, ia dipanggil lagi oleh Kejari TTU namun tidak dibuat BAP.

“Pada tanggal 19 Februari 2023, saya dikasih surat panggilan untuk diperiksa besoknya. Pada tanggal 20 Februari 2023, saya diperiksa dengan pertanyaan yang masih sama. Pada tanggal 21 Februari 2023, saya dipanggil lagi yang ke enam kali tidak diperiksa. Saya disuruh tanda tangan surat panggilan untuk pemeriksaan 19 Februari 2023 (11 hari setelah diperiksa, red),”ungkapnya.

“Pada tanggal 21 Februari 2023, saya dipanggil lagi untuk tanda tangan surat panggilan pemeriksaan tanggal 10 Februari 2023,” katanya.

Atas kejadina ini, FN mengaku kesal dan sangat kecewa karena diperlakukan secara sewenang-wenang oleh Kejari TTU dengan memeriksanya dirinya tanpa ada surat panggilan.

“Saya merasa seperti penjahat kelas kakap atau buronan negara yang mau ke kamar mandi saja saya dikawal. Mau beli makan dan merokok tidak di ijinkan. Saya dipaksa menandatangani surat pemanggilan untuk pemeriksaan tanggal 11 Februari 2023 saat tengah malam. Saya juga dipaksa untuk menandatangani surat penyitaan HP saya jam 1 dini hari (11 Februari 2023, red),” tandasnya.

Sementata itu, Kajari TTU, Robert Lambila yang dikonfirmasi tim media ini mengatakan, telah mengklarifikasi pertanyaan tim media ini melalui jumpa pers.

“Sudah saya klarifikasi lewat jumpa pers kemarin. Itu tidak benar. Yang benar justru bukti-bukti penyidikan yang bersangkutan bekerja sama dengan beberapa lain untuk memeras orang yang diberitakan. Sudah saya limpahlan ke pengadilan, nanti ikuti saja faktanya dipersidangan. makasih kaka,” tulisnya lewat pesan singkat.

Terkait penyitaan HP wartawan FN, Kajari Lambila mengatakan telah ada surat perintah penyitaan.

“Kami sita HP-nya sudah ada surat perintah penyidikan dan surat perintah penyitaan dan sudah ada persetujian pengadilan. Semuanya sudah sesuai SOP,” katanya.
(*/tim)