JAKARTA- Legislator di DPR RI ingatkan pemerintah daerah tidak melupakan peraoalan stunting (kerdil) di tengah wabah covid-19.
“Alokasi dana untuk percepatan pencegahan stunting sebagai program prioritas nasional tidak boleh direalokasi dengan alasan apapun,” kata Anggota Komisi IX DPR RI Intan Fauzi, Selasa (23/6/20).
Intan mengatakan itu saat menjadi narasumber dalam webinar bertajuk Lindungi Anak Indonesia dari Stunting di Masa Pandemi COVID-19 yang digelar Yayasan Abhipraya Insan Cendikia Indonesia (YAICI) dan Majelis Kesehatan Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah.
Ia mengatakan bahwa kebijakan merealokasi anggaran stunting bisa berisiko timbulnya lost generation (generasi hilang) dalam jangka panjang.
Menurutnya, persoalan stunting ini tidak boleh dinomorduakan sebab dapat saat ini beberapa daerah masih rentan diserang oleh berbagai penyakit gagal tumbuh yang berpengaruh terhadap kemampuan kognitif anak-anak.
Ke depan, persoalan stunting ini bisa berdampak buruk terhadap daya saing bangsa. Kerugian ekonomi yang harus ditanggung akibat beban stunting juga signifikan dan berpengaruh kepada Produk Domestik Bruto (PDB).
“Capaian pendidikan yang rendah dan pendapatan yang rendah akan berdampak pada tingginya angka kemiskinan,” katanya dilansir dari Antara.
Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) Kementerian Kesehatan di tahun 2019 sebelum pandemic mencatat sebanyak 6,3 juta balita dari populasi 23 juta balita di Indonesia.
Angka stunting Indonesia berada pada peringkat empat dunia. Prevalensi balita stunting di Indonesia pada 2019 yakni 27,7 persen. Jumlah yang masih jauh dari nilai standard WHO yang seharusnya di bawah 20 persen.
Di masa pandemi ini program nasional penurunan stunting dan penanggulangan gizi buruk dikhawatirkan tidak mencapai target.
“Komisi IX DPR sudah menyetujui percepatan penanganan stunting diperluas ke 260 kabupaten/kota di tahun 2020 dari yang sebelumnya 160 kabupaten/kota pada tahun 2019. Ini wujud nyata dukungan politik DPR terhadap pemerintah,” paparnya. (ant/dim)