JAKARTA- Kabar gembira bagi para calon legislatif (Caleg) terpilih 2024-2029 yang bakal maju pilkada di November 2024 mendatang, pasalnya Ketua KPU RI menyatakan para caleg terpilih itu tidak perlu mengundurkan diri jika maju pilkada.
“Yang wajib mundur adalah anggota (legislatif). Anggota adalah calon terpilih yang sudah dilantik,” ungkap Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari, S.H.,M.Si (10/5/2024).
Berdasarkan pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 12/PUU-XXII/2024, KPU diminta mempersyaratkan caleg terpilih yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah untuk membuat surat pernyataan bahwa ia bersedia mundur jika telah dilantik secara resmi menjadi anggota dewan.
Ya, menurut jadwal KPU, para caleg DPR RI dan DPD RI terpilih hasil Pileg 2024 bakal dilantik serentak pada 1 Oktober 2024, tepat pada akhir masa jabatan anggota DPR dan DPD RI periode sebelumnya. Akan tetapi, KPU membuka tafsir bahwa frasa “jika telah dilantik secara resmi” ini memungkinkan caleg terpilih tidak hadir pelantikan anggota dewan pada jadwal yang ditentukan, sehingga dirinya tak perlu mundur karena masih mencoba peruntungan di Pilkada 2024.
“Caleg dicalonkan oleh parpol. Calon kepala daerah dicalonkan oleh parpol. Bagaimana bila parpol mengajukan surat yang menginformasikan bahwa calon terpilih belum dapat hadir pelantikan?” ucap Hasyim dikutip dari kompas.com.
“Bila pada 1 Oktober 2024 belum dilantik, maka status masih sebagai calon terpilih, La kan, belum dilantik dan menjabat, lalu mundur dari jabatan apa,” tuturnya.
Hasyim bahkan menilai bahwa Indonesia tidak mempunyai aturan tentang pelantikan anggota dewan secara serentak.
“Tidak ada pula larangan dilantik belakangan,” sebutnya.
Pernyataan Ketua KPU RI ini berbuah kritikan. Setidaknya, Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini buka suara.
Pakar hukum pemilu Universitas Indonesia itu mengatakan, memang ada pertimbangan Putusan MK 12/2024 yang mempersyaratkan caleg terpilih yang maju pilkada membuat surat pernyataan bersedia mengundurkan diri setelah dilantik sebagai legislator. Namun, jika melihat jadwal, waktu pelantikan adalah 1 Oktober 2024 atau sebelum coblosan pilkada yang berlangsung November. Artinya, di tengah tahapan pilkada yang berjalan, status mereka telah menjadi anggota DPR.
Sesuai UU Pilkada, anggota DPR harus mundur. Kalaupun dibuka ruang pelantikan mereka diundur menunggu hasil pilkada, Titi menilai itu pelanggaran.
”Ini bertentangan dengan putusan MK kalau terhadap calon anggota DPR dan DPD terpilih hasil Pileg 2024 dilakukan pelantikan susulan dengan alasan mereka sedang maju atau ikut pilkada,” ucapnya (11/5/24).
Ia mengingatkan, Undang-Undang MD3 mengatur bahwa pelantikan anggota DPR dilakukan bersama-sama dan terjadwal dilakukan pada 1 Oktober 2024. Kalaupun Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2024 mengatur ada mekanisme pelantikan susulan, itu hanya dilakukan jika calon anggota DPR/DPD/DPRD terpilih menjadi tersangka tindak pidana.
”Kalau sampai caleg terpilih Pemilu DPR dan DPD 2024 bisa dilantik menyusul karena alasan maju pilkada, hal itu inkonstitusional,” tegasnya.
Dilanjutkannya, jangan sampai pernyataan Ketua KPU RI yang terkesan menguntungkan elite politik itu merupakan pesanan. Khususnya dari caleg terpilih yang hendak maju pilkada, tapi tetap mau mengamankan kursi DPR dan DPD apabila kalah dalam kontestasi pemilihan kepala daerah.
”Artinya, kita telah memanipulasi dan merekayasa hukum untuk kepentingan pribadi segelintir orang,” tukasnya.
Lagi pula, imbuh Titi, salah satu esensi pemilu serentak adalah adanya keserentakan tahapan pemilu, termasuk untuk pelantikan. Kalau kemudian pelantikan dilakukan tidak serentak karena kepentingan maju pilkada, jelas itu merupakan pelanggaran atas konsep keserentakan pemilu.
”Pemungutan suara susulan saja ada kriterianya dan itu semua menyangkut hal-hal darurat atau luar biasa. Tentu untuk pelantikan juga berlaku logika dan argumentasi yang sama,” pungkasnya. (jaw/kom/dim)