PESISIR BARAT – Bupati Pesisir Barat (Pesibar), Dr. Drs. Agus Istiqlal, S.H., M.H., menghadiri pemberian remisi umum peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia (RI) ke-78, di Rutan Klas II B Krui, Kamis (17/8/2023).
Selain Bupati, turut hadir juga Kepala Rutan Klas II B Krui, Plt. Sekda, Drs. Jon Edwar, M.Pd., kerua DPRD Pesibar dan forkopimda Pesibar-Lampung Barat (Lambar).
Dalam sambutannya, Bupati Agus Istiqlal mengatakan rasa syukur dalam memperingati hari kemerdekaan, menjadi milik segenap lapisan masyarakat, tidak terkecuali terhadap warga binaan pemasyarakatan.
Karenanya pemerintah memberikan apresiasi pengurangan masa menjalani pidana (remisi) bagi mereka yang telah menunjukkan prestasi, dedikasi, dan disiplin yang tinggi dalam mengikuti program pembinaan, serta telah memenuhi syarat bagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
“Saya berpesan kepada seluruh warga binaan yang mendapatkan remisi pada hari ini untuk menjadikan momentum ini sebagai sebuah motivasi untuk selalu berperilaku baik, mematuhi aturan yang berlaku, mengikuti program pembinaan dengan giat, dan bersungguh-sungguh. Program pembinaan yang dijalani merupakan sebuah sarana untuk mendekatkan kepada kehidupan masyarakat, dapat terinternalisasi dalam diri dan menjadi bekal mental, spiritual, dan sosial saat kembali ke masyarakat kedepannya,” kata Bupati.
Dilanjutkannya, Pemkab Pesibar menyampaikan ucapan selamat terhadap warga binaan yang mendapatkan remisi tahun ini” bagi seluruh warga binaan pemasyarakatan di Rutan Krui.
Bupati meminta warga binaan dapat menunjukkan sikap dan perilaku yang baik lagi dalam mengikuti seluruh tahapan, proses, kegiatan program pembinaan.
“Khususnya bagi warga binaan yang mendapatkan remisi dan sekaligus memperoleh kebebasan untuk kembali ke tengah masyarakat, keluarga, dan sanak saudara. Jadilah insan dan pribadi yang baik, hiduplah dalam tata nilai kemasyarakatan yang baik, taat hukum, mulailah berkontribusi secara aktif dalam pembangunan untuk melanjutkan perjuangan hidup, kehidupan, dan penghidupan sebagai warga negara, anak bangsa, dan anggota masyarakat di lingkungannya,” lanjutnya
Pada 3 Agustus 2022 yang lalu, Presiden juga telah mengesahkan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2022 yang menggantikan UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan. Dimana UU tersebut dibentuk untuk mengakomodir perkembangan hukum dengan adanya pergeseran konsep perlakuan terhadap narapidana dengan pendekatan penjeraan menjadi tujuan reintegrasi sosial.
“Proses reintegrasi sosial yang diatur dalam UU Pemasyarakatan menitikberatkan pada terciptanya keadilan, keseimbangan, pemulihan hubungan, perlindungan hukum, dan jaminan terhadap hak asasi tahanan, anak, narapidana, anak binaan, korban, dan masyarakat,” jelasnya.
Lebih jauh dijelaskannya, UU Pemasyarakatan mengatur pelaksanaan sistem pemasyarakatan berdasarkan azaz pengayoman, non diskriminasi, kemanusiaan, gotong royong, kemandirian, proporsionalitas, kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya derita, serta profesionalitas.
“Hal ini sesuai dengan UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perbuatan yang merendahkan derajat martabat manusia,” paparnya.
“Dengan disahkannya UU Pemasyarakatan yang baru, kedepannya akan diperlakukan persamaan perlakuan terhadap seluruh warga binaan pemasyarakatan,” imbuhnya.
UU Pemasyarakatan ini juga diharapkan dapat memperkuat terwujud dan terlaksananya konsep keadilan restoratif yang dianut dalam sistem peradilan pidana anak (Juvenile Justice System), serta pembaruan hukum pidana nasional. Beberapa muatan substansi dalam UU Pemasyarakatan yang baru yaitu antara lain.
Pertama, penguatan posisi pemasyarakatan dalam sistem peradilan pidana terpadu.
Kedua, perluasan cakupan dari tujuan pemasyarakatan yang tidak hanya meningkatkan kualitas narapidana dan anak binaan, namun memberikan jaminan dan perlindungan terhadap tahanan dan anak.
Selanjutnya ketiga, pembaharuan azaz dalam sistem pemasyarakatan, penegakan tentang hak dan kewajiban tahanan, anak dan warga binaan.
Keempat, penyelenggaraan program dan layanan pembinaan pembimbingan kemasyarakatan serta perawatan, pengamanan, dan pengamatan.
“Kelima, kode etik dan prilaku petugas pemasyarakatan serta jaminan perlindungan hak petugas pemasyarakatan dalam mendapatkan bantuan hukum. Dan keenam, pemenuhan sarana dan prasarana termasuk pada lembaga pemasyarakatan,” ujarnya.
UU Pemasyarakatan mengatur tentang hak dasar/serta merta dan hak bersyarat bagi narapidana dan tahanan. Hak remisi dan integrasi bukan sebagai hak seta merta yang diberikan kepada narapaidana/anak binaan, melainkan sebagai hak bersyarat.
“Dimana untuk mendapatkannya harus dengan memenuhi persyaratan tertentu terlebih dahulu. Pemberian hak tersebut dilakukan untuk memberikan motivasi dan kesempatan kepada narapidana dan anak binaan untuk mendapatkan kesejahteraan sosial, pendidikan, keterampilan guna mempersiapkan diri di tengah masyarakat serta mendorong peran seta masyarakat untuk secara aktif ikut serta mendukung penyelenggaraan sistem pemasyarakatan. Pemberian hak bersyarat ini berlaku untuk seluruh warga binaan pemasyarakatan, kecuali bagi mereka yang haknya dicabut berdasarkan putusan pengadilan. Dengan diberlakukan UU Pemasyarakatan yang baru tersebut dapat mengurangi beberapa masalah klasik pemasyarakatan yaitu over kapasitas,” urainya.
Ia menegaskan pihaknya mengapresiasi seluruh jajaran pemasyarakatan dari pusat hingga tingkat daerah yang telah bekerja keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas demi mewujudkan pelayanan yang optimal.
“Diharapkan kepada jajaran petugas untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan warga binaan, ayomi dan berikan bimbingan kepada seluruh warga binaan,” pungkasnya.
Sekedar diketahui Warga Binaan Pemasyarakatan Rutan Klas II B Krui yang mendapatkan remisi berjumlah 121 orang.(san)