Dahlan Iskan, Dari Hidup Miskin Jadi Raja Media Di Indonesia

1,844 views
dahlan iskan
foto: jambi independen

Dahlan Iskan bukan hanya menjadi inspirator bagi banyak jurnalis dan pengusaha media saja, tapi jejak perjuanganya untuk menggapai kesuksesan telah menjadikanya sebagai “panutan” bagi sebagian masyarakat di bumi pertiwi.

Sosok ini memang dikenal gila kerja. Hasil kerja gilanya itu berujung manis, mengantarkan Dahlan Iskan memiliki media di seluruh provinsi yang ada di Indonesia dibawah naungan bendera grup Jawa Pos.

“Kerja seperti orang gila. Tidak memikirkan kesejahteraan. Tidak memikirkan kesehatan. Membuat Jawa Pos menjadi raksasa. Kaya Raya. Sampai saat saya meninggalkannya. Secara total. Sekarang ini,” tulis Dahlan Iskan di Disway.id pada 4 April 2018 lalu.

Ya, Meski pada akhirnya, pada akhir November 2017 lalu, salah satu media mogul di Indonesia ini melepas sebagian besar saham yang dimilikinya di jawa pos.

Ia juga sempat menjadi Direktur Utama PLN dan kemudian diangkat menjadi menteri BUMN di era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono.

Saat menduduki kursi menteri, penampilan Dahlan Iskan tetap sederhana, Ia tetap memakai sepatu ket. Cara bicaranya juga tetap ceplas ceplos. Inilah yang menjadikannya dekat dengan karyawan bawahannya, bahkan kadang ia mengajak makan bareng dengan bawahannya saat ia menjadi menteri.

Dahlan Iskan lahir di Magetan, Jawa Timur pada tanggal 17 Agustus 1951 bertepatan dengan hari kemerdekaan Indonesia ke-6.

Sebetulnya, 17 Agustus bukan merupakan tanggal lahir yang sebenarnya. Karena orang tua Dahlan Iskan tidak ingat kapan ia lahir, maka beliau pun memilih tanggal tersebut sebagai hari ulang tahunnya.

Masa kecil Dahlan Iskan dapat dikatakan serba kekurangan. Ia dibesarkan di lingkungan pedesaan. Masa kecil Dahlan, bisa dikatakan serba kekurangan.

Lantaran susahnya hidup, orang tua Dahlan bahkan tak ingat kapan persisnya ia dilahirkan. Sebabnya, sebuah lemari tua tempat orang tuanya menyimpan data hidup Dahlan akhirnya harus dijual, praktis tulisan otentik tanggal lahir Dahlan yang ditulis di satu sisi lemari itu ikut lenyap bersama beberapa rupiah yang didapatkan dari penjualan lemari tersebut.

Bahkan, ia hanya memiliki satu celana, baju, dan sarung. Pun demikian, Ia beruntung karena dibesarkan di lingkungan pedesaan yang sangat religius.

Soal pendidikan, Dahlan menempuh sekolah dasar di SDN Desa Bukur, Jiwan, Madiun. Lalu, ia melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Pesantren Sahibul Muttaqin dan Madrasah Aliyah Pesantren Sabibul Muttaqin di Magetan. Dahlan sempat kuliah di Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Cabang, Samarinda meski tidak tamat.

Selanjutnya, Dahlan mengawali kariernya sebagai reporter surat kabar lokal kecil selama satu tahun di Samarinda, Kalimantan Timur. Setahun kemudian, ia menjadi wartawan di Majalah Tempo.

Kariernya terus menanjak, pada tahun 1982,saat itu ia memimpin surat kabar Jawa Pos. Di era kepemimpinannya, Jawa Pos yang hampir mati pun kembali berdenyut. Pada awalnya, oplah Jawa Pos hanya 6.000an eksemplar, namun dalam kurun waktu 5 tahun, oplah Jawa Pos meningkat menjadi 500.000an eksemplar.

BACA JUGA :   Debat Pilkada Pesawaran, M. Nasir Nyatakan Bakal Jaga Kearifan Lokal

Selang 5 tahun, berdirilah Jawa Pos News Network atau lebih sering dikenal dengan JPNN yang merupakan salah satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia dengan memiliki ratusan surat kabar, majalah, dan tabloid serta puluhan jaringan percetakan di seluruh Indonesia.

Aksi Dahlan masih berlanjut, pada tahun 1997, ia mendirikan gedung Graha Pena di Surabaya dan Jakarta. Lalu, pada tahun 2002 ia mendirikan TV Lokal bernama JTV di Surabaya, lalu dlanjutkan dengan Batam TV di Batam serta Riau TV di Riau, Palembang TV di Palembang, Sumatra Selatan, Radar Lampung TV di Lampung dan masih banyak yang lainnya.

Pada tahun 2007, Dahlan harus menghadapi operasi transplantasi hati dikarenakan ia mengidap penyakit. Ia mendapat donor dari pemuda Tionghoa berusia 21 tahun. Keberhasilan transplantasi tersebut memberi dampak positif pada dirinya. Ditambah lagi, manusia akan berubah pasca melakukan transplantasi hati. Dahlan menjadi lebih berjiwa muda setelahnya. Kisah ini pun ia tulis dalam buku “Ganti Hati”

Selang dua tahun kemudian, Dahlan menduduki kursi komisaris PT. Fangbian Iskan Corporindo (FIC) yang membuat Sambungan Komunikasi Kabel Laut (SKKL) yang menghubungkan Surabaya dan Hong Kong dengan panjang serat optik 4.300 kilometer. Lalu, di tahun yang sama pula ia dipercayakan untuk memimpin PLN sebagai Direktur Utama menggantikan Fahmi Mochtar.

Dahlan melakukan berbagai perencanaan dalam kepemimpinannya di antaranya pencanangan gerakan sehari sejuta sambungan, merencanakan pembangunan PLTS untuk 100 pulau di Indonesia Timur seperti Pulau Banda, Manado, Derawan, Wakatobi, dan Citrawangan.

Sepak terjang Dahlan Iskan yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat soal listrik tentunya sangat dihargai oleh pemerintah. Pada 17 Oktober 2011, ia dipilih Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Dahlan adalah salah satu wartawan yang punya insting bisnis tajam. Dalam waktu yang terbilang singkat, Jawa Pos berhasil menumbangkan sebuah koran penguasa Surabaya.

Singkatnya, Dahlan membeli sebagian saham Tempo di Jawa Pos, yang membuatnya menjadi salah satu konglomerat di Jawa Timur. Bisnisnya semakin meluas dan menggurita.

Sempat ada saat (akhir 1990an – awal 2000an) ratusan koran ia dirikan dengan ciri kata RADAR, di berbagai wilayah di Indonesia. Graha Pena ia dirikan dengan megah, di banyak kota metropolitan, termasuk di Jakarta.

Kompas, penguasa koran nasional, bahkan sempat limbung dengan strategi Dahlan yang seolah menerapkan strategi Rinus Michel, “Totaal Voetbal”, dengan koran Radar-nya.

Jacob Oetama dengan Kompas nya melakukan perlawanan dengan menerbitkan koran Tribun, di kota yang ada koran RADAR. Harganya pun dipatok Rp1000 bahkan sempat gratis (bundling dengan Kompas).

Serangan hancur-hancuran antar dua konglomerat media ini berakhir “damai”, saat media daring mulai muncul di pertengahan tahun 2000-an.

Seiring maraknya penggunaan media sosial seperti Twitter dan Facebook di Indonesia sejak 2009. Omset Kompas dan Jawa Pos, induk Radar dan Tribun merosot. Sampai akhirnya mereka ikut mengelurkan edisi daringnya.

BACA JUGA :   Kenapa Petani Kopi Belum Sejahtera? Ini Kata Mukhlis Basri, Ketua Dewan Kopi Lampung

Dahlan Iskan Cangkok Hati

Dibalik kesuksesanya, Dahlan Iskan pernah terjangkit virus Hepatitis B. Sebenarnya Dahlan Iskan tidak menyadari jika ia sedang terkena penyakit hepatitis B, tahu-tahu muntah darah. Dahlan mengakui sebelum terserang penyakit ini, ia sering hidup seenaknya. Waktu kecil ia sering minum air sungai mentah yang tak tahu bagaimana tingkat higienisitasnya, kemudian ia juga suka makan di satu wadah sama-sama. Saat bekerja pun ia sering lupa waktu untuk istirahat.

Apalagi saudaranya yaitu ibu, paman dan kakak kandungnya yang meninggal di usia muda yaitu berumur 30-34 tahun juga mengalami gejala yang sama yaitu muntah darah.

Dikutip dari wawancara Dahlan iskan di acara talk show Kick Andy, Ia menceritakan bahhwa bermula setelah melakukan perjalanan bisnis yang begitu panjang. Mulai dari China hingga Ambon, Dahlan Iskan mengalami muntah darah ketika tiba di rumahnya, Surabaya. Setelah melakukan pengecekan kepada seorang dokter, ternyata liver (hatinya) telah sirosis. parahnya lafi, hati yang telah rusak juga telah dipenuhi kanker.

“Dokter bilang umur saya tinggal enam bulan. Paling lama dua tahun,” kata Dahlan saat itu.

Dokter pun langsung menyarankan melakukan tindakan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, yaitu transplantasi. Tindakan ini jelas saja penuh risiko. Apalagi sebelumnya seorang tokoh, Nurcholish Madjid gagal setelah melakukan transplantasi. Cak Nur meningal dunia ketika dirawat di sebuah rumah sakit di Singapura.

Finally, dengan penuh pertimbangan, Dahlan Iskan memilih sebuah rumah sakit di Tianjin, China untuk melakukan transplantasi. Bersama tim kecil, yaitu Nafsiah Sabri, istrinya, Robert Lai, sahabatnya dan saudara angkatnya di China menunggu donor hati. Tim kecil ini tinggal di China sampai mendapat donor hati untuk di cangkokan ke dalam tubuh Dahlan Iskan selama enam bulan.

Kisah perjuangan Dahlan melawan Hepatitis B ini memang luar biasa, terutama bagaimana detik-detik menjelang operasi menunggu donor hati yang tak kunjung datang. Juga bagaimana perjuangan seorang sahabat Dahlan Iskan, Robert Lai yang begitu gigih menjaga, merawat dan membersihkan kamar perawatan.

Salah satu kegagalan pasien transplantasi adalah pasca operasi. Hal ini juga diungkapkan Prof Sulaiman Phd, seorang ahli liver dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

“Transplantasinya sebenarnya tidak berbahaya. Tapi justru virus sesudah operasilah yang sangat mematikan,” ujar dokter yang pernah merawat almarhum Nurcholish Madjid ini.

Dengan berhasilnya transplantasi hati Dahlan Iskan, ternyata tidak hanya melegakan keluarganya saja. Keluarga Nurcholish Madjid juga merasa bersyukur. Waktu itu banyak orang berpendapat, Cak Nur meninggal dunia karena dimurkai Allah makanya mukanya hitam. Ternyata yang terjadi tidaklah demikian. Orang yang menderita sirosis hati pasti mukanya hitam. Begitu juga Dahlan Iskan. Namun setelah transplantasi mukanya kembali bersinar.

BACA JUGA :   Polda Metro Jaya Sebut Gisel Akui Ada di Video Mesum

“Kalau muka menjadi hitam, itu karena kotoran ikut beredar melalui aliran darah karena hati yang telah rusak,” kata Dahlan Iskan.

Dahlan Iskan Dan Sang Istri

“Dibalik keberhasilan seorang pria pastilah ada peran wanita hebat yang mendukungnya sepenuh hati”
Pepatah diatas pantaslah disematkan pada Dahlan Iskan dan Nafsiah Sabri.

Nafsiah Sabri, wanita yang dipilih Dahlan untuk menjadi istri dan ibu bagi anak-anaknya. Nafsiah adalah wanita yang sholehah, pengertian, sabar, humoris, ceria dan mandiri. Hal itulah yang membuat Dahlan jatuh hati.

Awal pertemuan mereka adalah saat sama-sama mengisi ceramah agama di sebuah radio di semarang. Saat itu Dahlan belum menyatakan isi hatinya. Ia hanya berani menawarkan boncengan sepeda ontrl untuk Nafsiah saat akan berangkat siaran radio.

“Dulu saya hanya punya sepeda dan berangkat boncengan. Saya lihat sepertinya Ia bisa menjadi ibu yang hebat,” ucap Dahlan

Pada tahun 1975, Dahlan Iskan yang ketika itu berusia 25 tahun dan Nafsiah Sabri yang berumur 22 tahun akhirnya menikah.

Nafsiah Sabri adalah istri yang benar-benar mencintainya sepenuh hati, penurut dan tidak banyak menuntut. Hal ini tercermin dari Nafsiah yang mau dijadikan istrinya walaupun Dahlan belum menjadi apa-apa. Saat itu Dahlan Iskan hanyalah reporter lepas, DO dari kuliah dan tidak punya penghasilan tetap serta belum punya rumah.

”Bahkan kehidupan sehari-hari lebih banyak dibantu dari gaji istri saya yang menjadi guru SD waktu itu. Ketika lahir anak pertama mereka, Azrul Ananda kita bisa menyewa rumah yang ada kamarnya meski di gang sempit,” jelasnya.

Dari pernikahan Dahlan Iskan dan Nafsiah Sabri, mereka telah dikaruniai dua orang anak yaitu Azrul Ananda dan Isna Fitriana. Walau hidup mereka saat itu serba kekurangan namun Nafsiah tetap setia dan mencintai Dahlan. Mulai dari Dahlan hanya seorang reporter lepas sampai saat Dahlan menjadi menteri BUMN, Nafsiah selalu menemaninya bahkan saat Dahlan ditransplatasi hati, Nafsiah jugalah yang mempersiapkan segala kebutuhannya.

Sebagai seorang istri, Nafsiah 100 persen mendukung karir suaminya. Saat Dahlan Iskan harus turun ke jalan menjual e-toll card, Nafsiah juga ikut membantu suaminya berpanas-panasan menjajakan e-toll card.

KELUARGA

Istri : Nafsiah Sabri
Anak : Azrul Ananda
Isna Fitriana

PENDIDIKAN

SDN Desa Bukur, Jiwan, Madiun
Madrasah Tsanawiyah Pesantren Saibul Muttaqin, Magetan
Madrasah Aliyaj Pesantren Sabibul Muttaqin, Magetan
Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Cabang Samarinda (tidak tamat)

KARIR

Reporter surat kabar di Samarinda, Kalimantan Timur (1975)
Wartawan majalah Tempo (1976)
Pemimpin Surat Kabar Jawa Pos (1982-2005)
Mendirikan Stasiun Televisi Lokal JTV (2002)
Komisaris PT Fangbian Iskan Corporindo (FIC) (2009)
Direktur Utama PLN (2009-2011)
Menteri Badan Usaha Milik Negara (2011 – 2014)

*Diolah dari berbagai sumber