Negara Jangan Diatur WNA dalam Sengketa Tambang Emas di Ketapang dan Menunggu Aksi Inspektorat ESDM dan Propam Polri

467 views

Jakarta – Perseteruan antara PT Sultan Rafli Mandiri (SRM) dengan PT Bukit Belawan Tujuh (BBT) terkait tambang emas di Ketapang, Kalimantan Barat, seharusnya bisa disupervisi para inspektorat atau pengawas di masing-masing institusi negara.

Dalam rilis Kementerian ESDM tersebut hadir juga seorang anggota kepolisian berinisial BN yang menurut sumber pernah diadukan ke Propam Polri, namun kini dia balik kembali menjadi Staf Karowasidik Mabes Polri.

Ketidak-fairan ini bisa disinyalir karena ada dugaan hubungan antara warga negara asing (WNA) bernama LX dan B ini. Bahkan dalam rilis disebut kalau kontraktor PT SRM yang bernama Yu Hao (YH) dituding melakukan kegiatan tambang.

“YH itu kontraktor PT SRM, dia disuruh Liu untuk itu, jadi Liu menguasai site selama 4 bulan menggunakan dynamit untuk ambil emas di dalam. YH itu kambing hitam, PT SRM selama kasus enggak pernah operasi atau produksi,” ucap sumber.

Indonesian Audit Watch(IAW) melihat konflik antar WNA dalam kaitan pertambangan emas idealnya segera saja diperiksa oleh Inspektorat Kementerian ESDM serta Irwasum dan Propam Mabes Polri.

“Karena kami perhatikan bahwa pertikaian dengan alasan apapun itu telah melenceng dari kinerja pertambangan yang seharusnya. Jangan sampai institusi negara digunakan oleh oknum-oknum untuk bertikai dalam bisnis pertambangan. Sebab kesan yang timbul menjadi sangat buruk bagi iklim investasi,” ucap Iskandar Sitorus sekretaris pendiri IAW, Minggu, 12 Mei.

Menarik mencermati konferensi pers yang dilaksanakan oleh Kementerian ESDM pada jelang malam hari libur Sabtu, 11 Mei 2024 terkait kasus konflik antar para pengusaha tambang emas yang dikendalikan oleh WNA.

Sebaiknya Pemerintah dan instrumen hukum dimihta memeriksa dengan teliti konflik warga asing di Indonesia tersebut. Dan yang lainnya agar iklim investor tambang khususnya emas menjadi lebih berkilau dari sebelumnya.

BACA JUGA :   KPK OTT Pengurusan Perkara di Mahkamah Agung