Bos PLN Diduga Aniaya Jukir, Pengamat Desak Propam Mabes Polri Selidiki Proses Restorasi Justice

1,164 views

JAKARTA – Pengamat kinerja kepolisian Bambang Rukminto menegaskan perbuatan yang diduga dilakukan CEN bersama anaknya terhadap seorang juru parkir termasuk tindak kekerasan dan bisa menimbulkan akibat langsung terhadap psikis korban, serta akibat tidak langsung berupa keresahan dan ketakutan masyarakat sekitar.

‎Dalam konteks hukum pidana, sambungnya, akibat seperti ini menunjukkan adanya gangguan terhadap ketertiban umum dan rasa aman masyarakat, sehingga perkara semacam ini tidak semata-mata merupakan delik aduan pribadi, melainkan juga berimplikasi pada kepentingan publik.

‎“Hal ini sejalan dengan asas dalam hukum pidana bahwa setiap perbuatan yang menimbulkan ancaman terhadap ketertiban umum wajib ditindak demi kepentingan hukum dan keadilan,” paparnya kepada wartawan dalam pesan singkat yang diterima, Rabu, 19 November.

‎Selain itu, menurutnya bahwa fakta lain menyebutkan, tindakan tersebut dilakukan oleh seorang pejabat tinggi PT PLN (Persero) yang menjabat sebagai Executive Vice President (EVP), maka tindakan kekerasan bersenjata tersebut melanggar prinsip integritas dan profesionalisme sebagaimana diatur dalam ketentuan etik korporasi.

‎“Dalam Kode Etik dan Perilaku (Code of Conduct) PLN menjelaskan bahwa setiap insan atau pejabat PLN diharuskan untuk menjunjung tinggi kehormatan, martabat, menjaga citra perusahaan serta meningkatkan nilai perusahaan (value added),” terangnya.

‎Bambang menyarankan PLN untuk segera memberikan sanksi etik dan disiplin terhadap pelaku yang diduga berinisial CEN.

‎“Oleh karena itu PLN secara internal wajib menjatuhkan sanksi etik dan/atau disiplin jabatan terhadap yang bersangkutan sebagai bentuk akuntabilitas moral dan korporasi,” cetusnya.

‎Peneliti Institute for Security and Strategic Studies ini juga mendesak divisi profesi dan pengamanan (Propam) di Mabes Polri untuk menyelidiki terbitnya ketentuan restoratif justice yang dikeluarkan Polda Metro Jaya dalam kasus tindak kekerasan yang diduga kuat dilakukan CEN yang berprofesi sebagai Executive Vice Presiden di PT PLN.

‎Menurutnya penggunaan aturan restoratif justice harus memenuhi syarat yang diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif Surat Edaran Kapolri Nomor SE/2/II/2022 tentang Keadilan Restoratif.

‎“Dalam kasus ini penggunaan senjata tajam oleh seorang pejabat tinggi PLN di ruang publik tentu menimbulkan keetakutan dan keresahan masyarakat, yang berarti melanggar hak konstitusional warga negara atas rasa aman dan perlindungan dari bentuk ancaman apapun. Negara, melalui aparat penegak hukum, berkewajiban memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada masyarakat bukan hanya sekedar membiarkan tindak kekerasan diselesaikan dengan perdamaian,” imbuhnya.

‎Hingga berita ini diturunkan Direktur Utama Darmawan Prasodjo dan Executive Vice Presiden bidang Komunikasi PLN, Gregorius Adi saat dihubungi melalui telepon genggam tidak memberikan respon. Kini, publik menanti kejelasan apakah PLN akan jujur menghadapi badai ini, atau terus berlindung di balik narasi korporasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *