Dugaan Tindak Kekerasan EVP PLN Berinisial CEN, Langgar Aturan Tata Kelola Perusahaan dan Permen BUMN

79 views

JAKARTA – Ketentuan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-06/MBU/04/2021 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) mengharuskan setiap pejabat BUMN berperilaku etis, bertanggung jawab, dan menghindari perbuatan yang merusak reputasi perusahaan.

‎Aturan dari menteri tersebut seakan tidak berlaku dalam insiden yang terjadi di Cinere, Minggu, 26 Oktober.

‎Dalam rekaman terlihat tindakan seseorang di media sosial yang diunggah menggunakan senjata tajam (parang panjang) untuk melakukan ancaman dan kekerasan fisik terhadap juru parkir seperti yang diposting akun @depok24jam, merupakan perbuatan pidana Penganiayaan dan/atau Pengeroyokan.

Pelaku diduga kuat adalah oknum pejabat EVP PT PLN (Persero) bernama Chorinus Eric Nerokou (CEN).

‎Praktisi hukum Dicki Nelson menegaskan
‎perbuatan yang diduga dilakukan CEN bersama anaknya, bisa menimbulkan akibat langsung terhadap psikis korban, serta akibat tidak langsung berupa keresahan dan ketakutan masyarakat sekitar.

‎Dalam konteks hukum pidana, sambungnya, akibat seperti ini menunjukkan adanya gangguan terhadap ketertiban umum dan rasa aman masyarakat, sehingga perkara semacam ini tidak semata-mata merupakan delik aduan pribadi, melainkan juga berimplikasi pada kepentingan publik.

‎“Hal ini sejalan dengan asas dalam hukum pidana bahwa setiap perbuatan yang menimbulkan ancaman terhadap ketertiban umum wajib ditindak demi kepentingan hukum dan keadilan,” paparnya.

‎Selain itu, menurutnya bahwa fakta lain menyebutkan, tindakan tersebut dilakukan oleh seorang pejabat tinggi PT PLN (Persero) yang menjabat sebagai Executive Vice President (EVP), maka tindakan kekerasan bersenjata tersebut melanggar prinsip integritas dan profesionalisme sebagaimana diatur dalam ketentuan etik korporasi.

‎“Dalam Kode Etik dan Perilaku (Code of Conduct) PLN menjelaskan bahwa setiap insan atau pejabat PLN diharuskan untuk menjunjung tinggi kehormatan, martabat, menjaga citra perusahaan serta meningkatkan nilai perusahaan (value added),” terangnya.

‎Dicki menyarankan PLN untuk segera memberikan sanksi etik dan disiplin terhadap pelaku yang diduga berinisial CEN.

‎“Oleh karena itu PLN secara internal wajib menjatuhkan sanksi etik dan/atau disiplin jabatan terhadap yang bersangkutan sebagai bentuk akuntabilitas moral dan korporasi,” cetusnya.

‎Menyikapi penerapan Restorative Justice (RJ) dalam kasus ini, Dicki menyebutkan bahwa dan dalam pelaksanaan RJ harus memenuhi syarat tertentu yang diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif Surat Edaran Kapolri Nomor SE/2/II/2022 tentang Keadilan Restoratif.

‎“Dalam kasus ini Penggunaan senjata tajam oleh seorang pejabat tinggi PLN di ruang publik tentu menimbulkan keetakutan dan keresahan masyarakat, yang berarti melanggar hak konstitusional warga negara atas rasa aman dan perlindungan dari bentuk ancaman apapun. Negara, melalui aparat penegak hukum, berkewajiban memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada masyarakat bukan hanya sekedar membiarkan tindak kekerasan diselesaikan dengan perdamaian,” imbuhnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *