Soal RUU KUHAP, DPR RI Undang Mahasiswa FH Unila Pekan Depan

1,537 views

JAKARTA- Guna menyerap pandangan dan aspirasi masyarakat, DPR RI undang sejumlah kalangan termasuk unsur mahasiswa untuk membahas soal Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pekan depan.

Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan pihaknya mengundang mengatakan bahwa penyerapan aspirasi dari berbagai elemen mahasiswa itu akan berlangsung mulai tanggal 17 Juni 2025 dengan agenda Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU).

“Kami akan terus membuka diri atas masukan masyarakat terkait RUU KUHAP,” kata Habiburokhman saat dihubungi dari Jakarta, Senin (9/6/25) dikutip dari Antara.

Menurutnya, berbagai elemen mahasiswa yang akan diundang mulai dari mahasiswa dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Universitas Lampung (Unila), Universitas Bandar Lampung (UBL), hingga Pasca Sarjana Universitas Borobudur.

Ya, mayoritas mahasiswa yang diundang itu,berasal dari Fakultas Hukum.

Selain mahasiswa, dia mengatakan bahwa pihaknya juga bakal menyerap aspirasi dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Perhimpunan Advokat Indonesia, hingga beberapa ahli pidana ternama.

“Tujuan kami bukan sekedar memenuhi asas partisipasi bermakna, tetapi juga kami ingin memperkaya RUU KUHAP agar benar-benar berkualitas,” katanya.

Berdasarkan jadwal, DPR RI memasuki masa reses mulai dari 27 Mei 2025 dan akan berakhir pada 23 Juni 2025.

Adapun Komisi III DPR RI saat ini tengah menyusun RUU KUHAP yang menjadi RUU prioritas pada 2025 dalam Program Legislasi Nasional.

Komisi III DPR RI pun menargetkan bahwa RUU KUHAP akan selesai pada tahun 2025, sebelum RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bakal berlaku mulai 2026.

Penyelesaian RUU KUHAP ini dianggap krusial oleh pemerintah agar tidak terjadi ketimpangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan mulai berlaku pada Januari 2026.

Selain itu, pembaruan dianggap sebagai upaya untuk memastikan sistem hukum acara pidana yang lebih baik dan tidak menimbulkan ketidakseimbangan dalam pelaksanaannya.

Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra menargetkan pembahasan RUU KUHAP ini bisa selesai pada akhir 2025.

Pada bagian lain, dilansit dari Tempo.co, sejumlah poin krusial sedang dibahas di Komisi III DPR RI antara lain:

1. Kasus Penghinaan Presiden Bisa Diselesaikan Lewat Restorative Justice

DPR RI menyepakati perkara penghinaan terhadap presiden dapat diselesaikan melalui restorative justice atau keadilan restoratif dalam RUU KUHAP. Ketentuan itu adalah perubahan terhadap Pasal 77 UU KUHAP yang berlaku saat ini. Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan, sebelumnya DPR telah memublikasikan RUU KUHAP.

Dalam draf tersebut, DPR RI mencantumkan penghinaan terhadap presiden sebagai pengecualian perkara yang dapat diproses secara Keadilan restoratif.

“Ada kesalahan redaksi dari draf yang kami publikasikan di mana seharusnya Pasal 77 tidak mencantumkan pasal penghinaan presiden dalam KUHP,” kata Habiburokhman, Senin (24/3/2025) lalu.

Dia mengatakan seluruh fraksi sepakat perkara penghinaan presiden menjadi pasal yang paling penting harus diselesaikan dengan keadilan restoratif.

“Dapat dipastikan hal tersebut tidak akan berubah saat pembahasan dan pengesahan,” tutur Habiburokhman. Dia menyebutkan telah mengirimkan draf revisi UU KUHAP kepada pemerintah.

2. Advokat Tak Dapat Dituntut Saat Membela Klien

Seluruh fraksi Komisi III DPR setuju draf RUU KUHAP mengatur advokat tidak dapat dituntut saat membela kliennya.

Aturan itu diusulkan oleh Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Juniver Girsang dalam rapat dengar pendapat di kompleks parlemen beberapa waktu lalu.

Juniver awalnya membahas Pasal 140 yang menyatakan advokat menjalankan tugas dan fungsi membela dan mendampingi orang yang menjalani proses peradilan pidana baik dalam pemeriksaan maupun di luar pemeriksaan sesuai dengan etika profesi yang berlaku.

Kemudian, dia mengusulkan agar ditambah satu ayat dalam pasal tersebut yang menyebutkan advokat tidak bisa dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan profesinya dengan iktikad baik kepentingan pembelaan klien baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Menurut dia, ayat itu penting dimasukkan ke dalam KUHAP karena ada banyak advokat yang dikriminalisasi.

“Kalau ada yang mengatakan (aturan ini) ada di UU Advokat, faktanya advokat sekarang banyak yang dituntut, diminta pertanggungjawaban pada saat dia melakukan pembelaan profesi,” kata Juniper.

3. Kejaksaan Tetap Berwenang Menyidik Tindak Pidana Korupsi

Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menegaskan kejaksaan tetap berwenang melakukan penyidikan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam RUU KUHAP.

“Jadi kejaksaan tetap berwenang melakukan penyidikan tipikor menurut KUHAP yang baru,” kata dia.

Dia merespons informasi yang beredar di publik perihal Pasal 6 dalam draf RUU KUHAP yang menyebutkan jaksa tak lagi berwenang melakukan penyidikan di bidang tipikor.

“Ada yang menyebutkan kejaksaan tidak lagi berwenang melakukan penyidikan di bidang tipikor karena Pasal 6, penjelasannya Pasal 6 itu menyebutkan bahwa yang disebutkan adalah penyidik kejaksaan di bidang pelanggaran HAM berat,” ucapnya.

Untuk itu, dia mengatakan kabar yang menyebutkan jaksa tak lagi memiliki wewenang melakukan penyidikan tipikor dalam RUU KUHAP tidaklah benar.

“Karena naskah yang asli yang sudah kami kirimkan kemarin sudah jelas-jelas, di contoh juga kami sebutkan seperti adalah penyidik kejaksaan di bidang tipikor dan HAM berat,” tuturnya.

4. Mengatur Penggunaan Kamera CCTV Selama Proses Penyidikan

Habiburokhman memastikan RUU KUHAP mengatur mekanisme pengawasan menggunakan kamera CCTV selama proses pemeriksaan dan penahanan oleh penyidik. Tujuannya untuk mengurangi tindakan kekerasan oleh aparat selama proses pemeriksaan tersangka atau saksi dalam perkara pidana.

Dia mengatakan ketentuan soal penggunaan kamera atau rekaman selama proses pemeriksaan ini tidak diatur dalam KUHAP yang berlaku saat ini.

“Selama ini kita kerap mendapatkan laporan soal kekerasan dalam penyelidikan maupun penyidikan. Ini akan diatur. Salah satunya dengan pengadaan CCTV atau kamera pengawas dalam setiap pemeriksaan,” kata dia di kompleks parlemen, Kamis (20/4/2025).

Ketentuan soal penggunaan CCTV ini, kata dia, diatur dalam Pasal 31 draf RUU KUHAP. Ayat 2 pasal tersebut menyatakan pemeriksaan dapat direkam dengan menggunakan kamera pengawas selama pemeriksaan berlangsung. (ant/tem/dim)