JAKARTA – Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menyatakan bahwa pagar laut yang dibangun di perairan Tangerang dan Bekasi tidak memiliki izin resmi dari pemerintah. Dia tegaskan bahwa kegiatan tersebut melanggar peraturan yang berlaku dan dapat dikenakan sanksi hukum.
Pernyataan Sakti itu secara hukum, benar. Itu sesuai dengan pasal 49 Undang-undang nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan, yang sebut setiap kegiatan di ruang laut harus memiliki izin yang sesuai dengan rencana tata ruang laut dan peraturan perundang-undangan. Tanpa izin yang sah, pembangunan struktur seperti pagar laut dianggap ilegal dan dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan hukum yang berlaku, ujar Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) Senin 20/1/2025.
Lalu saat Sakti Wahyu Trenggono, menyatakan bahwa pembongkaran pagar laut di perairan Tangerang sebaiknya ditunda, maka mulailah kita perhatikan bagaimana keterkaitan suksesnya pemagaran-pemagaran laut itu dengan kemampuan seorang Menteri yang membidangi laut. Sukses pemagaran tersebut menunjukkan sesuatu bukti sebagai sesuatu kelalaian dan atau akibat dari tidak berkinerja dengan sesungguhnya Trenggono sebagai Menteri, tambah Sitorus.
Dia seperti hendak menekankan pentingnya menjaga bukti yang ada untuk proses hukum yang sedang berlangsung. Apakah itu benar? Apakah dia dan kementeriannya sama sekali tidak tahu apa-apa tentang pagar yang teramat panjang di lautan yang dekat dengan kantornya itu? Bukankah laut yang dipagar di Bekasi disebut ada memperoleh izin walau laut itu dilarang untuk dikavling-kavling?
Namun disaat yang sama ternyata pernyataan dia menunjukkan bahwa Trenggono terlihat berbeda dengan kebijakan presiden Prabowo yang memerintahkan TNI AL untuk membongkar pagar-pagar itu, cibir Iskandar.
Lantas, pantaskan Trenggono menyesalkan pemagaran dan pembongkaran pagar di laut tersebut padahal laut adalah bidang kerjanya? Kenapa Trenggono tidak ‘ke laut’ aja?, ketus dia.