Jampidum Setujui Restorative Justice untuk 10 Perkara Ini! Termasuk Soal Maling Handphone di Prabumulih, Sumatera Selatan

1,942 views

JAKARTA- Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana setujui untuk menyelesaikan persoalan hukum lewat jalur restorative justice (keadilan restoratif) tanpa harus lewat proses persidangan.

Ya, Jampidum memimpin ekspose perkara dalam rangka menyetujui 10 permohonan penyelesaian berdasarkan mekanisme keadilan restoratif, Senin (29/7/24).

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengatakan, salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yakni terhadap Tersangka Halimah binti Hapli dari Kejaksaan Negeri Prabumulih. Halimah disangka melanggar 362 KUHP tentang Pencurian.

Dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi Senator.id, kasus ini bermula saat tersangka menginap di rumah orang tua.

Kemudian setelah menginap 1 hari, tersangka melihat rumah saksi Mimi binti Nang uning yang berada di Jl. Demang RT.04 RW.05 Kelurahan Karang Raja, Kecamatan Prabumulih Timur, Kota Prabumulih, Provinsi Sumatera Selatan sering ditinggal dan situasi rumahnya sering sepi sehingga timbul niat tersangka untuk melakukan pencurian dirumah saksi Mimi tersebut.

“Tersangka langsung masuk ke halaman rumah saksi Mimi binti Nang uning dan tersangka pun membuka pintu rumah. Saat tersangka membuka pintu rumah saksi Mimi tersebut ternyata pintu rumah tidak dikunci, lalu tersangka langsung masuk ke dalam rumah dan saat itu tersangka melihat 1 Unit Handphone merk OPPO seri A74 Warna Hitam Biru yang terletak di atas kursi ruang tamu dan tersangka langsung mengambil Handphone tersebut,” urai Harli.

Aakibat perbuatan tersangka, korban mengalami kerugian sebesar Rp.3.400.000

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Prabumulih Khristiya Lutfiasandhi, S.H., M.H., dan Kasi Pidum Mirsyah Rizal, S.H. serta Jaksa Efran, S.H. Rozza Syaputra, S.H. Muhammad Ilham, S.H., dan Khilluwa Nadhifa, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.

BACA JUGA :   Tim Gabungan BPKPD dan Satpol PP Kepulauan Selayar Tertibkan Puluhan Reklame di Kota Benteng

Dalam proses perdamaian, tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Korban. Setelah itu, Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan.

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kajari Prabumulih mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan.

Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Dr.Yulianto, S.H., M.H. sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada Jampidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Senin, 29 Juli 2024.

Selain itu, Jampidum Kejagung menyetujui 9 perkara lain lewat Restorative Justice terhadap:
1. Tersangka Andri Laminggu alias Andri dari Cabang Kejaksaan Negeri Ambon di Banda Neira, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka Ahmad Khalifah als Bendot Ak. Ahmad dari Kejaksaan Negeri Sumbawa, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Hendrikus Pati alias Endi dari Kejaksaan Negeri Ngada, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka Dionisius Kila als Dion dari Kejaksaan Negeri Ngada, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka Pahmi Adi Putra bin Anwar Sultan Saidi dari Kejaksaan Negeri Lahat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
6. Tersangka Erdi Ambara bin Kasmir dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penadahan.
7. Tersangka Facri Husaini Hsb bin M Ishak Sufi dari Kejaksaan Negeri Tanjung Pinang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
8. Tersangka Memi Kuswirawati Als Memi binti Amir Husen dari Kejaksaan Negeri Lebong, yang disangka melanggar Pasal 406 Ayat (1) KUHP tentang Perusakan.
9. Tersangka Keken Afibriasan bin Irawan dari Kejaksaan Negeri Bengkulu Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

BACA JUGA :   Editor Metro TV Ditemukan Tewas di Pinggir Jalan Tol

Harli menjelaskan, Restorative Justice diberikan atas perkara-perkara itu lantaran telah dilaksanakan proses perdamaian antara tersangka dan korban.

“Tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun, tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, Pertimbangan sosiologis dan Masyarakat merespon positif,” papar Harli.

Kemudia, kata Harli, Jampidum memerintahkan kepada Plpara Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.(dim)