JAKARTA- Kementerian Perhubungan lakukan kajian untuk mengembalikan aturan tarif ojek online (ojol) kembali ke pemerintah daerah. Ini dikatakan Menhub Budi Karya Sumadi untuk menyikapi aspirasi para pengemudi ojol.
Ia mengatakan masukan dari pengemudi ojol dikaji karena pemerintah pusat turut memahami pentingnya kebijakan daerah dalam penentuan tarif tersebut. Apalagi, pemerintah daerah merupakan pihak yang tahu betul kondisi ekonomi di wilayah mereka.
Selain itu, tingkat kemampuan ekonomi masyarakat antara daerah yang satu dengan yang lain memang berbeda. Dengan begitu, aturan yang berlaku mungkin saja tidak bisa dipukul rata.
“Sebenarnya boleh-boleh saja, baik itu. Namun, kami akan mengkaji lagi,” ujar Budi di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis (16/1/20) lalu.
Di sisi lain, ia mengatakan pertimbangan mengkaji opsi juga berasal dari aksi demo itu sendiri. Menurutnya, bila ada demo tentu ada keinginan-keinginan yang tidak sejalan antara pengemudi, aplikator, dan regulator.
“Jadi beberapa usulan yang disampaikan pengemudi memang harus ditindaklanjuti, harus diskusi. Regulator berperan menjembatani kepentingan aplikator dan pengemudi,” katanya.
Untuk itu, katanya, pemerintah akan berkomunikasi lagi dengan para pengemudi pada pekan ini. Kemudian, berkomunikasi dengan aplikator pada pekan depan.
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan menetapkan batas atas dan batas bawah tarif ojol berdasarkan tiga zona yang bakal berlaku mulai 1 Mei 2019. Batas bawah tarif paling rendah ditetapkan sebesar Rp1.850 per km, sedangkan batas atas tarif paling tinggi ditetapkan sebesar Rp2.600 per km.
Ketua Gabungan Aksi Roda Dua (GARDA) Igun Wicaksono menilai aturan tarif ojol sebaiknya berdasarkan kemampuan masing-masing daerah, baik di tingkat kota maupun provinsi.
“Zonasi itu ada yang merasa ketinggian atau kerendahan. Kalau disesuaikan dengan per provinsi artinya sudah disesuaikan dengan pendapatan masyarakat di daerah itu,” tutur Igun, dikutip dari cnnindonesia. (cni/dim)