JAKARTA- Kemendagri anggap penerapan voting elektronik (e-voting) di pemilu rawan dimanipulasi. Untuk itu, Kemendagri meminta adanya pembahasan lanjutan penggunaan e-voting di Pemilu 2024.
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Bahtiar mengatakan potensi manipulasi dalam e-Voting sangat terbuka. Contohnya sangat mungkin seseorang memilih calon a, namun yang masuk ke sistem calon b.
“Apakah e-Voting penting, atau cocok? Karena praktiknya di negara maju yang sudah e-Voting kembali ke langsung, kembali manual. e-Voting itu mudah sekali dimanipulasi,” kata Bahtiar di Kemendagri, Jakarta, Rabu (19/2/20), dikutip dari cnnindonesia.
Bahtiar mengakui e-Voting merupakan salah satu teknologi yang bisa diterapkan dalam pesta demokrasi. Namun, pada kenyataannya teknologi pemungutan suara secara elektronik itu justru sudah ditinggalkan di negara-negara maju.
“Jangan malah bikin petaka baru buat demokrasi kita,” ujarnya.
Jika memang ingin menerapkan e-Voting dalam Pemilu 2024,lanjutnya, perlu pengujian terlebih dahulu. Pengujian bisa dimulai dari akuntabilitas hingga kerentanan sistem dari peretasan.
“Kita bicara teknologi (yang dipakai dalam pemilu) itu tidak harus e-Voting,” tuturnya.
Selain e-Voting, Bahtiar juga menyoroti pelaksanaan Pemilu 2024, baik itu pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden yang rencananya dilakukan serentak seperti Pemilu 2019 juga perlu dibahas lebih lanjut. Mengingat pada tahun itu, juga ada gelaran pemilihan kepala daerah.
Artinya pada 2024 akan ada tiga gelaran pemilu, yakni pilpres, pileg, dan juga pilkada.
Menurut Bahtiar, muncul beberapa pilihan terkait dengan waktu pelaksanaan pileg dan pilpres. Apakah pileg yang dilaksanakan lebih dahulu atau sebaliknya. Kemudian ada juga opsi pembagian pemilu lokal dan pemilu nasional.
Selain itu, muncul juga ide pengelompokan untuk pemilihan eksekutif (presiden dan kepala daerah) serentak satu hari dan pemilihan legislatif (DPR, DPD, DPRD) serentak satu hari.
“Itu termasuk bagian opsi-opsi yang didiskusikan,” ucap Bahtiar.
Ia mengingatkan soal risiko-risiko jika pagelaran tiga pemilu dilakukan pada 2024. Mulai dari risiko pelanggaran hukum hingga adiministrasi, dan tentu potensi politik uang.
“Bahkan soal ketentraman, ketertiban umum, dan soal-soal keamanan,” ujarnya. (cni/dim)