Gelar Pertemuan Tertutup, PKS-Berkarya Komitmen Jadi Oposisi

435 views

Jakarta- DPP PKS dan DPP Partai Berkarya bersepakat dalam beberapa hal untuk kawal demokrasi di Indonesia sebagai oposisi di pemerintahan Jokowi-Ma-ruf Amin.

Ini dilakukan agar PKS maupun Berkarya bisa terus menyuarakan keinginan rakyat. Ya, sejumlah komitmen dibuat saat Ketua Umum DPP Berkarya Hutomo Mandala Putera ( Tommy Soeharto) “bertamu” ke Kantor DPP PKS yang ada di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa (19/11/19) sore.

“Seperti diketahui, oposisi emang enggak secara langsung ada di Indonesia. Karena itu, kami akan selalu berpihak pada rakyat. Apa kebijakan yang baik untuk rakyat, kami akan dukung. Itu yang kami akan lakukan kesempatan ke depan,” tegas Tommy.

Ia menyebut PKS-Berkarya juga berkomunikasi rencana kerja sama PKS-Berkarya di Pilkada 2020.

“Bagaimana Pilkada bisa kita sinergikan, dan kita kerja sama erat di antara kedua partai,” kata Tommy.

Sekretaris Jenderal Partai Berkarya Priyo Budi Santoso mengatakan kalau PKS adalah partai yang patut dicontoh dalam mempertahankan suara di Parlemen. Ia tidak ingin PKS berdiri sendiri sebagai partai yang mengkritik pemerintah.

“Berkarya siap bersama melakukan kritik ke pemerintah jika kebijakannya dinilai tidak pro-rakyat,” ujar Priyo.

Sementara itu, Presiden PKS Sohibul Iman mengatakan sangat membutuhkan dukungan Berkarya dalam mengkritik pemerintah.

Kendati Partai Berkarya tak memiliki suara di DPR Ri, Sohibul mengatakan Partai Berkarya bisa memberi dukungan dalam membentuk opini masyarakat.

“Terkait dengan masalah perjuangan bersama DPR RI, memang Berkarya enggak ada representasi di sana. Tapi sebagai partai politik, Berkarya juga punya hak untuk bersuara. Menjadi kelompok penekan untuk menguatkan pihak pemerintahan, itu yang kami butuhkan,” kata Sohibul.

Sohibul Iman mengatakan saat ini Partai Berkarya memiliki 160 anggota legislator yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia.

BACA JUGA :   Anggota DPR Minta Kemendag Terapkan Protokol Kesehatan di Pasar Tradisional

Ia menyebut itu menjadi modal kuat yang signifikan untuk menjalin kerja sama dalam Pilkada serentak 2020 mendatang.

“Untuk Pilkada itu jelas sekali kami bisa bekerja sama, misalnya di tempat-tempat Berkarya yang cukup signifikan, PKS juga signifikan kami bisa bekerja sama. Dan kebijakan PKS memang memberikan keleluasaan kepada daerah untuk berkoalisi dengan partai mana saja dan tentu termasuk dengan Berkarya,” kata Sohibul.

Sementara Sekjen Partai Berkarya, Priyo Budi Santoso menyatakan Partainya dan PKS sedang sama-sama memetakan wilayah yang berpotensi untuk dilakukan koalisi untuk Pilkada 2020.

Priyo lantas menyebut salah satunya adalah Kota Cilegon. Di kota itu, kata dia, baik PKS maupun Partai Berkarya memiliki suara signifikan yang berpotensi memenangkan Pemilihan Wali Kota tahun 2020 mendatang.

“Tapi ada beberapa zona yang bisa jadi tiba-tiba karena daerah itu kuat, kami mengajukan wali kota, misalnya di Cilegon. Atau misal di tempat lain kami mengajukan wakil, atau di tempat lain kami usung calon-calon orang-orang hebat dari PKS atau partai mana pun juga yang kami yakini platformnya sama,” kata Priyo.

Dalam kesepakatan yang dibangun antara PKS dan Berkarya disebutkan jika mereka akan menolak segala kecurangan baik yang yang bersifat yuridis maupun etis seperti politik uang, ujaran kebencian, hingga politisasi SARA dalam pergelaran Pilkada 2020.

Untuk itu, gagasan maupun kritik akan terus mereka sampaikan kepada pemerintah jika kemudian terdapat kecurangan-kecurangan yang terjadi di Pesta Demokrasi tahun 2020 tersebut.

“Kami meminta kepada pemerintah dan aparat untuk menyelenggarakan pilkada yang jujur dan adil,” kata Sekretaris Jenderal PKS Mustafa Kamal.

Ia mengungkapkan PKS dan Berkarya sepakat menjaga keutuhan dan kedaulatan Indonesia dari ancaman komunisme, separatisme, terorisme dan berbagai ancaman keamanan negara.

BACA JUGA :   Dirut BPJS Kesehatan Prediksi BPJS Bisa Defisit Rp77 Triliun Tahun 2024

“Kami memperjuangkan keadilan bagi seluruh masyarakat dan menolak segala bentuk persekusi, kriminalisasi, serta stigmatisasi terhadap ulama, tokoh agama, dan aktivis,” kata Mustafa. (ant/dim)