Jakarta- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sedang menyiapkan sistim baru untuk menggantikan sistem e-budgeting era Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Ini dilakukan lantaran sistim e-budgeting yang saat ini digunakan Pemprov DKI Jakarta tidak bisa menyaring penyimpangan anggaran.
Ya, Pernyataan Anies ini terkait polemik yang terjadi lantaran Pemprov DKI “kebobolan” input data pada mata anggaran rancangan APBD DKI 2020.
Untuk diketahui, e-budgeting merupakan sistim penyusunan anggaran elektronik yang diatur dalam Peraturan Gubernur nomor 145 tahun 2013. Sistim ini digencarkan pada era Ahok. Menurutnya, sistim e-budgeting saat ini memiliki sejumlah kelemahan.
“Karena seperti sekarang, kalau ada penyimpangan seperti anggaran yang lucu-lucu itu, tidak bisa dibedakan, ini adalah kemalasan, ini adalah keteledoran, atau ini adalah titipan. Tidak bisa dibedakan itu. Kenapa? Ya karena sistimnya bebas begitu,” kata Anies di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (3/11/19).
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu berkata, nantinya sistim baru akan lebih transparan.
“Sistim yang dibuat itu harus berfungsi menaklukkan semua. Sehingga harus rajin, harus jujur. Kalau sistim itu hanya berfungsi jika penggunanya jujur, nah, jika penggunanya rajin, maka akan kecolongan terus,” ujarnya.
Publik dihebohkan dengan serangkai anggaran janggal dalam APBD DKI Jakarta 2020. Beberapa di antaranya adalah anggaran pengadaan lem aibon senilai total Rp82,8 miliar dan anggaran pulpen yang disebut sebesar Rp123 miliar. (cni/dit)