SUMSEL- Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) jebloskan BHW, Direktur Utama PT. Perentjana Djaja lantaran dianggap telah melakukan tindak pidana korupsi Pembangunan Light Rail Transit (LRT) di Provinsi Sumatera Selatan pada Satker Pengembangan, Peningkatan dan Perawatan Prasarana Perkeretaapian Kementerian Perhubungan R.I. 2016 – 2020, Kamis (26/9/24).
Kasi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumsel Vanny Yulia Eka Sari mengatakan, berdasarkan penyidikan tim Pidsus menemukan adanya sejumlah kegiatan fiktif dan juga mark up.
“Tersangka BHW juga mengalirkan dana kepada ketiga tersangka lain,” ungkap Vanny lewat keterangan tertulis, Kamis (26/9/24).
Disebutkannya, BHW ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-20/L.6.5/Fd.1/09/2024 tanggal 26 September 2024.
Untuk diketahui, PT. Perentjana Djaja merupakan konsultan perencana.
“Untuk tersangka selanjutnya dilakukan tindakan penahanan selama 20 hari kedepan di Rutan Klas I Palembang dari tanggal 26 September 2024 sampai dengan 15 Oktober 2024,” ucapnya.
Satu pekan lalu, Kejati Sumsel sudah menetapkan tiga tersangka terkait dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Light Rail Transit (LRT) di Provinsi Sumatera Selatan 2016-2020, yang merugikan keuangan negara senilai Rp1, 3 Triliun, Kamis (19/9/24).
Kasi Penkum Kejati Sumsel Vanny Yulia Eka Sari menyebut, ketiga tersangka itu terdiri dari T selaku Kepala Divisi II PT. Waskita Karya (Persero) Tbk.
T ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-17/L.6.5/Fd.1/09/2024 tanggal 19 September 2024.
Kemudian IJH selaku Kepala Divisi Gedung II PT. Waskita Karya (Persero) Tbk.
“IJH ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-18/L.6.5/Fd.1/09/2024 tanggal 19 September 2024,” ungkap Vanny lewat keterangan tertulis.
Satu lagi, AP selaku Kepala Divisi Gedung III PT. Waskita Karya (Persero) Tbk.
Ia ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-19/L.6.5/Fd.1/09/2024 tanggal 19 September 2024 .
“Tim penyidik telah mengumpulkan alat bukti dan barang bukti sehingga berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP,” kata Vanny.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Vanny menyebit bahwa ketiga orang itu sudah diperiksa sebagai saksi dan berdasarkan hasil pemeriksaan disimpulkan telah cukup bukti bahwa yang bersangkutan terlibat dugaan korupsi.
Vanny mnyatakan bahwa penyidik melakukan penahanan selama 20 hari ke depan di Rutan Klas I Palembang dari tanggal 19 September 2024 sampai dengan 08 Oktober 2024.
Dikatakannya, penyidik menetapkan para tersangka pada tahap perencanaannya.
Dalam tahap perencanaan, ditemukan fakta hukum berupa Markup terhadap kontrak pekerjaan perencanaan, juga adanya aliran dana baik berupa suap atau gratifikasi kebeberapa pihak sejumlah Rp. 25.600.000.000.
“Penyidik telah menyita uang sejumlah Rp. 2.088.000.000 yang merupakan sisa aliran uang yang belum terdistribusi ke beberapa pihak tersebut,” ungkapnya.
Atas perbuatan itu, para tersangka dijerat dengan pasal 2, 3 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor : 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor :31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana;
Atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor : 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Vanny menyebut, hingga saat ini Kejati Sumsel sudah memeriksa 34 orang saksi.
Tersangka bakal bertambah?
“Penyidikan perkara tersebut tidak menutup kemungkinan dapat berkembang, karena pada saat ini baru ditemukan fakta di tahap pekerjaan perencanaan teknis pembangunan prasarana LRT,” ucapnya. (dim)