JAKARTA- Fraksi PAN menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga terlalu masuk ke dalam urusan pribadi anggota masyarakat.
Anggota FPAN SalehPartaonan Daulay mengatakan, sebuah UU seharusnya tidak diarahkan pada pengaturan wilayah pribadi tetapi lebih pada pengaturan interaksi sosial di tengah masyarakat.
“Dan perlu dicatat bahwa setiap UU mengikat semua pihak. Tidak hanya satu kelompok masyarakat tertentu, tetapi seluruh masyarakat Indonesia,” kata Saleh Daulay di Jakarta, Jumat (21/2/20), dilansir dari Antara.
Saleh mengatakan sebuah UU harus mengarah pada pengaturan bagaimana agar rakyat semakin sejahtera sehingga kalau ada RUU yang terlalu mengatur wilayah pribadi, perlu dilihat manfaat dan mudaratnya.
Ia menjelaskan, jika mudharat RUU lebih besar dari pada manfaatnya, maka tidak perlu dilanjutkan pembahasannya.
Saleh menilai RUU Ketahanan Keluarga kurang memperhatikan fenomena sosial masyarakat di Indonesia karena ada banyak organisasi kemasyarakatan dan keagamaan di Indonesia yang tidak diajak bicara ketika RUU itu dirancang.
“Padahal, organisasi-organisasi itu memiliki sayap organisasi perempuan yang sudah pengalaman hingga ratusan tahun. Organisasi seperti Aisiyyah, Muslimat NU, Nasyiyatul Aisiyyah, dan Fatayat NU sudah memiliki pengalaman yang cukup lama dalam melakukan pembinaan keluarga,” ujarnya.
Saleh mengatakan, organisasi-organisasi perempuan lainnya yang cukup banyak berkembang di Indonesia seperti majelis-majelis taklim yang program dan agenda kerjanya adalah terkait dengan ketahanan dan pembinaan keluarga.
Karena itu ia menilai, kalau mau memperkuat ketahanan keluarga, organisasi-organisasi tersebut harus dilibatkan secara aktif termasuk jika ada rencana membuat UU maka mereka yang perlu diajak berdiskusi terlebih dahulu.
“Saya dengar mereka belum diajak. Itulah sebabnya barangkali, mengapa banyak aktivis perempuan yang mengeritik substansi RUU Ketahanan Keluarga itu. Ini penting untuk didengar oleh fraksi-fraksi yang ada di DPR,” katanya. (ant/dim)