Kemerdekaan Berpendapat, Berekspresi, dan PERS Bagian dari HAM

358 views

Bandung – Dalam konstitusi, Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Karena kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah bagian dari hak asasi manusia yang tercantum dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.

Dan dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama. “Karenanya Pers dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat,” kata Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan PWI Lampung Juniardi, saat menjadi pembicara pada kegiataan media Gathering Insan Pers Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Lampung, di Bandung, Kami 28 NOvember 2019.

Menurut Juniardi, untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme.

Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik. Kode etik mengatur 11 pasal yaitu, pertama Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Wartawan harus independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.

“Lalu harus akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain,” kata Juniardi dihadapan pimpinan OJK, dan sekitar 60-an wartawan se Lampung.

Kedua Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Cara-cara yang profesional adalah menunjukkan identitas diri kepada narasumber; menghormati hak privasi; tidak menyuap; menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya; rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;

“Menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara; tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri; penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik,” katanya.

Ketiga Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Wartawan wajib menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. “Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang,” ujarnya.

ke Empat Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Berita bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.

Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara,” jelasnya..

Kelima Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

Ke enam, Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Ke tujuh, Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.

Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya. dan Off the record adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

Kedelapan Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. Yang dimaksud Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Kesembilan Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati. Dan kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.

Kesepuluh, Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Ke sebelas Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki. “Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers,” katanya. (rilis/feb)