KAI terus beradaptasi dengan perkembangan teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan keandalan operasionalnya. Salah satu langkah strategis yang diambil adalah mendorong inovasi internal perusahaan dan menjalin kolaborasi dengan institusi akademik salah satunya dengan Universitas Gadjah Mada (UGM). Bertempat di Dipo Lokomotif Cipinang (15/2) dilaksanakan peluncuran penggunaan inovasi Ground Detector Lokomotif, salah satu inovasi yang berhasil dikembangkan oleh karyawan Depo Lokomotif Bandung bernama Wanda Sri Wahono.
“Teknologi ini berfungsi mendeteksi risiko gangguan sebelum terjadi kerusakan yang lebih besar akibat kebocoran arus. Dengan adanya Ground Detector Lokomotif, KAI dapat mengantisipasi masalah kebocoran arus pada lokomotif lebih dini sehingga meningkatkan efisiensi, keandalan, dan keselamatan operasional layanan kereta api, “ ungkap Direktur Perencanaan Strategis dan Pengelolaan Sarana John Robertho.
Pada kesempatan terpisah, Vice President Public Relations KAI Anne Purba menjelaskan bahwa inovasi semacam ini perlu melewati berbagai tahapan sebelum dapat diterapkan secara luas. Salah satu framework yang digunakan adalah Technology Readiness Level (TRL) yang mengukur kesiapan teknologi.
“Melalui berbagai tahap uji untuk mengukur kesiapan teknologi, salah satunya melalui TRL sampai 9 teknologi tersebut harus melalui validasi dan pengujian di lingkungan operasional sebenarnya. Oleh karena itu, KAI menjalin kemitraan dengan UGM untuk mempercepat pengembangan dan penerapan teknologi ini,” jelas Anne.
Kolaborasi antara KAI dan dunia akademik diharapkan dapat meningkatkan skala penerapan inovasi serta memperkuat ekosistem riset dan teknologi. Dengan adanya kerja sama ini, transfer pengetahuan antara akademisi dan industri dapat semakin erat sehingga inovasi yang dikembangkan benar-benar mampu memberikan manfaat bagi masyarakat dan industri transportasi.
“Selain inovasi teknologi, pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) juga menjadi faktor penting dalam keberlanjutan inovasi. KAI berkomitmen untuk menyediakan program studi lanjut dan pelatihan bagi pegawai yang ingin mendalami riset berbasis inovasi. Dengan meningkatkan kompetensi karyawan, KAI tidak hanya mempercepat transformasi digital tetapi juga mengurangi ketergantungan pada teknologi impor,” tambah Anne.
Salah satu strategi yang digunakan KAI adalah melakukan reverse engineering terhadap teknologi yang sudah ada, sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut secara mandiri. Hal ini menjadi langkah penting dalam menciptakan transportasi yang lebih andal, efisien, dan mandiri.
Anne menegaskan bahwa inovasi dan kolaborasi adalah dua faktor utama dalam menghadapi tantangan masa depan industri transportasi. KAI optimistis bahwa dengan terus mendorong inovasi dan menjalin kerja sama strategis, perusahaan dapat memperkuat perannya dalam industri perkeretaapian nasional serta menghadapi tantangan masa depan dengan lebih siap.
“Sebagai perusahaan yang terus berkembang, KAI akan terus mendorong budaya inovasi di lingkungan kerja dan membangun kemitraan yang kuat dengan berbagai pemangku kepentingan. Dengan demikian, KAI tidak hanya menjadi pelopor dalam transformasi teknologi transportasi tetapi juga memastikan bahwa inovasi yang dihasilkan benar-benar memberikan manfaat nyata bagi pelanggan dan masyarakat luas,” tutup Anne.
Press Release ini juga tayang di VRITIMES