LAMPUNG UTARA- Operasi Pasar yang digelar Pemkab Lampung Utara,senin (21/02/22) di tiga titik yakni kantor Disdag, pasar Dekon, dan pasar Sentral mengakibatkan kerumunan yang sangat parah sampai mengabaikan protokol kesehatan (Prokes).
Bahkan kerumunan antrian minyak goreng di Disdag Lampura berakhir, terjadi pembobolan gudang tempat penyimpanan minyak goreng.
Hal ini terjadi ditenggarai lantaran tidak ratanya pendistribusian minyak goreng dalam kegiatan operasi pasar tersebut, sehingga tidak semua yang ikut dalam antrian itu tidak mendapatkan minyak goreng.
Menurut keterangan salah satu warga yang mengikuti antrian, kericuhan terjadi karena pihak Disdag Lampura menghentikan operasi pasar dengan alasan minyak goreng telah ludes terjual, tetapi karena warga yang curiga dengan pernyataan yang dilontarkan pihak disdag langsung menggeruduk salah satu ruangan di Disdag, benar saja warga menemukan gudang (ruangan) tempat menyimpan stok puluhan karton minyak goreng, spontan ibu-ibu yang mengantri mendobrak pintu gudang penyimpanan minyak goreng.
“Tadi bilangnya sudah habis, enggak ada lagi barangnya. Tapi ini lihat sendiri, alangkah banyaknya minyak goreng didalam situ (gudang) mereka sembunyikan,” ujar warga yang ikut mengantri dikantor Disdag Lampura.
Akibatnya beberapa warga dilokasi mengutuk tindakan petugas OP yang dianggap sudah tidak memikirkan nasib warga yang rela jauh-jauh pergi hanya untuk mendapatkan jatah 2 liter minyak goreng.
“Tindakan gak pantas, gak mikir, kami ini dari pagi nunggu, malah dibilang habis, eh, gak taunya malah ditimbun mereka sendiri digudang. Pikirkan nasib kami rakyat kecil ini, jangan kalian mengambil kesempatan dalam kesempitan,” imbuh warga lainnya.
Dituding menimbun minyak goreng, Hendri Kadisdag Lampura, dengan tegas membantah secara sengaja menimbun minyak goreng yang diakui belum sempat didistribusikan kepada masyarakat yang ikut mengantri.
“Saya tegaskan tidak ada penimbunan. Hanya miskomunikasi saja. Kita stop operasi pasar karena ratusan warga mulai abai terhadap protokol kesehatan. Sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan klaster penyebaran virus Corona dari operasi pasar,” tegas Hendri.
Bagaimana terkait penjarahan di gudang penyimpanan Disdag yang dilakukan oleh warga yang mengikuti operasi pasar?
“Kita tidak akan mempermasalahkan insiden itu, kita maklum lah, tadi itu memang ada sebagian yang kita tahan (minyak goreng) karena prokes mulai tidak terjaga, makanya kita berhentikan sementara,” jelas Kadisdag.
Menurutnya, Operasi Pasar ini bukan awal dan akhir, pihaknya akan terus jemput bola sehingga OP akan terus dilakukan untuk menekan harga minyak goreng dipasaran.
OP kali ini, pihaknya bekerjasama dengan Bulog dan Distributor PT. Wilrika Citra Mandiri dengan menyiapkan stok sebanyak 3.200 liter dengan titik sebar 600 liter di lokasi Pasar Sentral, 600 liter di Pasar Pagi, dan 2.000 liter disiapkan untuk OP di halaman kantor Disdag Lampura.
“Masyarakat jangan khawatir, bukan sekali ini saja kita adakan Operasi Pasar, kedepan akan kita buka lagi kegiatan serupa, kita upayakan untuk menggandeng seluruh pihak, bahkan hingga tingkat Provinsi Lampung. Intinya Dinas Perdagangan siap memfasilitasi warga untuk mendapatkan minyak goreng murah,” singkat dia.
Atas kejadian ini, praktisi hukum, William Mamora buka suara.
Ia menjelaskan bahwa acara yang menimbulkan kerumunan di masa pandemi adalah pelanggaran hukum.
Dikatakannya, aturan tersebut jelas tertuang dalam UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Di dalam pasal 93 UU No.6/2018 tersebut merupakan norma dan asas yang mengikat sanksi pidana bagi siapapun yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.
“Bahkan siapapun yang menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan juga bisa menjadi subyek pelaku tindak pidana,” tegas William.
Pejabat tersebut, kata William, dengan penuh kesadaran, pengetahuan, kapasitas jabatan, dan levelitas edukasinya, harus sadar dan mengetahui bahwa menciptakan kerumunan massa adalah perbuatan melawan hukum dalam hal ini melanggar penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan bahkan konyolnya melanggar aturan yang mereka buat sendiri.
“Mengingat Indonesia memegang prinsip rule of law dengan persamaan kedudukan di hadapan hukum, sehingga tidak ada sikap eksepsionalitas dan diskriminasi hukum dalam kasus seperti ini,” ucap dia.
Selain itu, menurut William, Pasal 216 juga dapat dipergunakan sebagai alternatif atas dugaan pelanggaran atas penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.
Karena itu, menurutnya, siapapun yang dengan sengaja dan secara sadar (Opzet bij Als Oogmerek) bahwa membuat penyelenggaraan kegiatan seperti Operasi Pasar yang baru saja digelar oleh Disdag Lampura yang diketahui baik secara langsung maupun pantauan dari media sosial mengakibatkan kerumunan massa adalah melanggar ketentuan UU (Pasal 93 UU No. 06/2018).
maka perbuatan itu , kata dia merupakan perbuatan melawan hukum.
“Jadi dapat dikenakan sanksi pidana, tanpa ada diskriminasi kepada siapapun, apalagi pejabat,” tutup William. (kis/dit)