Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali mengeluarkan kebijakan lanjutan dengan merelaksasi ketentuan di sektor perbankan untuk lebih memberikan ruang likuditas dan permodalan perbankan sehingga stabilitas sektor keuangan tetap terjaga di tengah pelemahan ekonomi sebagai dampak pandemi Covid–19.
Kebijakan stimulus lanjutan ini dikeluarkan setelah OJK mencermati dampak pandemi Covid-19 yang cenderung menurunkan aktivitas perekonomian sehingga berefek kepada sektor keuangan melalui transmisi pelemahan sektor riil.
OJK sangat berharap penanganan Covid–19 dapat segera mewujudkan aktivitas “the new normal” dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan, sehingga OJK dapat mengukur dan memitigasi risiko likuiditas dan kecukupan permodalan industri jasa keuangan.
Untuk itu, dalam pertemuan virtual dengan Industri Jasa Keuangan, pada
Rabu (27/5), Ketua Dewan Komisioner OJK mengajak segenap unsur lembaga jasa keuangan, pemangku kepentingan dan regulator bersinergi mengantisipasi serta menjaga sentimen positif.
Dalam kesempatan itu, disampaikan paket kebijakan stimulus lanjutan di sektor perbankan yang terdiri dari:
Kebijakan Relaksasi Untuk Bank Umum Konvensional Dan Bank Umum Syariah:
A. Pelaporan/Perlakuan/Governance atas Kredit/Pembiayaan yang direstrukturisasi sesuai POJK No.11 POJK.03/2020 (POJK Stimulus Covid -19)
1. Kredit/pembiayaan yang direstrukturisasi sesuai POJK Stimulus Covid-19 dilaporkan dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) dengan kolom Kode Sifat Kredit atau Pembiayaan diisi “1 = Kredit atau Pembiayaan yang Direstrukturisasi” dan kolom Keterangan diisi “Covid-19”.
2. Perlakuan Kredit/Pembiayaan Restrukturisasi sesuai POJK Stimulus dikecualikan dari perhitungan aset berkualitas rendah atau Loan at Risk (LAR) dalam penilaian tingkat kesehatan bank.
3. Governance Persetujuan Kredit Pembiayaan Restrukturisasi sesuai POJK Stimulus Covid-19.
Untuk mempercepat proses persetujuan kredit restrukturisasi yang mengacu pada POJK stimulus Covid-19 dan untuk menghindari penumpukan apabila mekanisme persetujuan harus dilakukan oleh pejabat yang lebih tinggi, maka perbankan dapat melakukan persetujuan restrukturisasi kredit dengan beberapa alternatif governance dengan tetap memperhatikan prinsip obyektivitas, independensi, menghindari benturan kepentingan, dan kewajaran
B. Penyesuaian Implementasi Beberapa Ketentuan Perbankan Selama Periode Relaksasi
1. Kewajiban pemenuhan Capital Conservation Buffer dalam komponen modal sebesar 2,5% dari Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) bagi bank BUKU 3 dan BUKU 4 untuk sementara ditiadakan sampai dengan 31 Maret 2021.
2. Kewajiban pemenuhan Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) bagi bank BUKU
3, BUKU 4, dan Bank Asing harus dipelihara serendah-rendahnya sebesar 85% sampai dengan 31 Maret 2021. Bank wajib menyusun rencana tindak untuk mengembalikan pemenuhan LCR dan NSFR menjadi 100% paling lambat 30 April 2021.
3. Penilaian Kualitas Agunan yang Diambil Alih (AYDA) berdasarkan jangka waktu kepemilikan dapat dihentikan sementara sampai dengan 31 Maret 2021. Setelah tenggat waktu tersebut, penilaian kualitas AYDA kembali mengacu pada ketentuan mengenai penilaian kualitas aset bank berdasarkan periode kepemilikan oleh bank sejak AYDA dieksekusi tanpa memperhitungkan periode relaksasi.
4. Kewajiban Penyediaan Dana Pendidikan oleh bank untuk tahun 2020 dapat kurang dari 5% anggaran biaya sumber daya manusia.
C. Penundaan Implementasi Basel III Reforms Sejalan dengan Press Release yang diterbitkan oleh Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) pada tanggal 27 Maret 2020, implementasi standar Basel III
Reforms di Indonesia yang antara lain mencakup perhitungan aset tertimbang menurut risiko (ATMR) untuk risiko operasional, perhitungan ATMR untuk risiko
kredit, perhitungan ATMR untuk risiko pasar dan credit valuation adjustment (CVA) ditunda menjadi 1 Januari 2023.
Dengan demikian, dalam perhitungan Ketentuan Penyediaan Modal Minimum
(KPMM) sampai dengan periode data Desember 2022, bank masih mengacu pada ketentuan mengenai ATMR yang saat ini berlaku.
Kebijakan Relaksasi Untuk Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
1. BPR dan BPRS dapat membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) umum kurang dari 0,5% (nol koma lima persen)) atau tidak membentuk PPAP umum untuk aset produktif dengan kualitas lancar berupa penempatan pada bank lain dan kredit atau pembiayaan dengan kualitas Lancar untuk
laporan bulanan sejak posisi April 2020.
2. Penyediaan dana dalam bentuk Penempatan Dana antarbank (PDAB) untuk penanggulangan permasalahan likuiditas pada BPR dan BPRS dikecualikan dari ketentuan BMPK atau BMPD, maksimal 30% (tiga puluh persen) dari modal BPR dan BPRS, untuk seluruh pihak terkait dan tidak terkait. Berlaku sampai dengan 31 Maret 2021
Perhitungan AYDA berdasarkan jangka waktu kepemilikan dapat dihentikan
sementara sampai dengan 31 Maret 2021. Selanjutnya BPR/BPRS dapat
menggunakan persentase nilai AYDA posisi 31 Maret 2020 sebagai faktor
pengurang modal inti dan diharapkan dapat membantu bank memperkuat
permodalan yang disebabkan kerugian sebagai dampak Covid-19. Berlaku
sampai dengan 31 Maret 2021.
4. BPR dan BPRS dapat menyediakan dana pendidikan, pelatihan dan
pengembangan SDM tahun 2020 kurang dari 5 persen dari realisasi biaya SDM tahun sebelumnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan di atas akan dikeluarkan dalam bentuk POJK dan Surat Edaran OJK kepada perbankan. Sebelumnya, OJK sudah menerbitkan kebijakan restrukturisasi kredit untuk perbankan dan restrukturisasi pinjaman di perusahaan pembiayaan. Sampai posisi 18 Mei 2020, 95 bank telah mengimplementasikan restrukturisasi kredit pada 4,9
juta debitur dengan nilai outstanding Rp458,8 triliun. Sementara untuk perusahaan
pembiayaan posisi 26 Mei 2020, dari 183 perusahaan pembiayaan sudah melakukan restrukturisasi sebanyak 2,1 juta kontrak dengan jumlah outstanding Rp66,78 triliun.(rls/28/5/2020/feb)