JAKARTA- Pemerintah daerah bakal menanggung beban sosial dan ekonomi jika pemerintah pusat tidak melarang masyarakat untuk mudik.
“Kalau menghadapi gestur orang Indonesia dan hanya diimbau, tingkat pelanggarannya besar. Dampaknya ke pemda, kalau masyarakat ini benar-benar mudik, maka yang terdampak secara ekonomi serta masalah-masalah sosial itu pemda,” ujar Ketua Masyarakat Transpotasi Indonesia (MTI) Agus Taufik Mulyono di Jakarta, Selasa (14/4/20) dilansir dari Antara.
Pasalnya, dia menyebutkan, terdapat 1,3 juta orang di Jabodetabek yang masih berpotensi untuk mudik di mana daerah-daerah tujuan, di antaranya awa Barat 13 persen, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta 41 persen, Jawa Timur 20 persen, Lampung serta Sumatera Selatan delapan persen.
Apabila mobilitas mudik tetap terjadi, dia mengatakan, daerah-darah tersebut akan menjadi pusat penularan wabah baru.
Selain itu, lanjut dia, pemda juga harus siap dengan tempat karantina yang menampung dahulu orang dalam pengawasan (ODP) selama 14 hari.
Kondisi tersebut belum lagi diperparah dengan adanya penolakan dari warga yang berpotensi pecahnya konflik di daerah tujuan.
“Ada rawan penolakan, meski dikarantina, tapi ada konflik penolakan warga setempat. Kemudian keterbatasan pelayanan Covid di daerah karena RSUD dan Puskemas tidak memadai. Itu fakta itu tidak bisa dipungkiri,” katanya.
Pengamanan juga harus disiapkan di tingkat RT/RW yang perlu dilakukan oleh pemda setempat.
“Kalau pemudik sudah bergeser ke sana, berstatus ODP dan itu jadi tanggung jawab Pemda,” katanya.
Untuk itu, Agus mengusulkan kepada pemerintah agar mengkaji betul keputusan tidak melarang mudik karena dampaknya yang sangat besar.
“Kalau saya tetap melarang, karena diimbau ini ambigu,” katanya.
Pemerintah pusat saat ini masih belum melarang mudik, kecuali PNS, Pegawai BUMN, BUMD dan lembaga pemerintahan lainnya, masyarakat di luar itu terutama warga Jabodetabek hanya diimbau untuk tidak mudik. (ant/dim)