LAMPUNG UTARA- Setelah terkatung-katung tanpa kejelasan, akhirnya penantian para rekanan di Kabupaten Lampung Utara (Lampura) terjawab dengan jannji “manis” oleh pemkab setempat. Ya, Pemkab Lampura akan menggelontorkan anggaran sebesar Rp 30 miliar untuk membayar hutang pekerjaan proyek di tahun 2018.
Meski sebelumnya sempat terjadi kericuhan antara rekanan dan Kepala Bidang Keuangan (Kabid) Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPKA) Gunawan. Namun, akhirnya bisa dilerai.
Kericuhan berawal dari pernyataan Gunawan yang hanya berposisi sebagai Kabid dan tidak bertanggungjawab penuh kepada rekanan atas hasil keputusan bersama yang dirumuskan diruang Siger Pemkab hari ini,Kamis (30/1/20).
Dalam pertemuan tersebut, Gunawan mewakili Desyadi Kepala BPKA yang sedang berhalangan hadir karena sedang tersandung masalah dengan KPK RI, yang melibatkan Bupati Lampura non aktif Agung Ilmu Mangkunegara.
Pertemuan yang dihadiri oleh Sekab Lampura Sofian, Kadis PUPR Syahrizal Adhar, juga diikuti oleh puluhan rekanan yang pekerjaannya dari tahun 2018 belum terbayarkan oleh Pamkab Lampura.
Sofyan dalam pertemuan teraebut memerintahkan BPKA setempat untuk segera melakukan pembayaran kepada rekanan yang telah menyelesaikan pekerjaannnya ditahun 2018.
” Pemkab Lampura sudah menganggarkan sebesar Rp 30 miliar untuk pekerjaan di tahun 2018 melalui anggaran APBD murni, bila anggaran tersebut tidak cukup akan kita anggarkan kembali di RAPBD tahun 2020 ” kata Sofyan kepada Senator.ID
Ia mengatakan pembayaran tersebut meliputi pekerjaan rekanan yang sudah serah terima maupun berdasarkan prestasi pekerjaan.
“Baik yang sudah serah terima pekerjaan maupun yang belum serah terima akan kita bayar berdasarkan prestasi kerjaan,” tegasnya.
Ketika ditanya mengenai Rekanan yang menandatangi kontrak tetapi tidak mengerjakan pekerjaan proyeknya, Sofyan mengatakan kecil kemungkinan pemkab setempat untuk melakukan pembayaran.
” Tidak ada kewajiban Pemkab untuk membayar pekerjaan yang belum dilaksanakan, tetapi kita juga tidak bisa mengacuhkan, mungkin ada kebijakan Plt. Bupati untuk memikirkan nasib para rekanan yang tidak melaksanakan pekerjaan tersebut,” jelasnya.
Sofyan mengajak rekanan yang tidak melaksanakan pekerjaan, bersama pihak yang berkompeten untuk duduk satu meja menyelesaikan permasalahan tersebut.
“Kita cari solusi, formulasi yang baik sehingga semua clear terbayarkan tapi aman tidak menimbulkan masalah hukum,” ucapnya.
Sementara itu, Adi Rasid salah seorang rekanan mengatakan bahhwa paket pekerjaan yang sudah ditandatangani (MoU) nammun tidak terlaksana lantaran pada saat itu Bupati non aktif Agung Ilmu Mangkunegara mengatakan proyek itu ilegal dan akan melakukan audit terlebih dahulu.
“Karena bupati ingin mengaudit makanya sebagian dari kami tidak mengerjakanya, selain modal yang terbatas, kami menunggu kepastian audit dari bupati,” tukasnya.
Namun, kata Adi Rasid, hingga kini rekanan tidak mengetahui hasil audit dari bupati, bahkan terkesan digantung.
” Hingga kini kami tidak menerima hasil audit itu, bahkan tidak ada pemutusan kontrak kerja yang sudah kami tandatangi dengan dinas PUPR,” katanya.
Jadi, masih kata Adi Rasid, jika ada keputusan hukum yang jelas mengenai kontrak kerja mereka, dirinya beserta rekanan yang lain juga bisa mengambil langkah hukum.
” Jadi kalau ada keputusan hukum yang jelas tentu kami juga bisa mengambil langkah hukum mengenai kepastian nasib kami,” Pungkasnya. (kis/dit)