KALIMANTAN UTARA- Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dorong revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi Indonesia saat ini.
“Undang-undangnya sudah hampir 20 tahun, jadi banyak masukan, kita tidak sekadar langsung mengubah, tapi banyak masukan dari berbagai pihak, termasuk luar negeri untuk minta masukan agar undang-undang ini dianggap sudah tidak efektif lagi,” kata Wakil Komite II DPD RI Hasan Basri, di Tarakan, Kalimantan Utara, Selasa (27/1/20).
Kedatangan Komite II DPD RI dalam rangka kunjungan ke berbagai daerah, termasuk Tarakan, untuk menginvetarisir persoalan yang bisa menjadi bahan materi dalam perumusan rancangan undang-undang (RUU).
“Sebelum undang-undang ini lahir, kami sebagai pembuat undang-undang, tugas dan fungsi kami adalah melaksanakan DIM (daftar inventarisasi masalah). Salah satunya daerah yang kami minta masukan adalah Kota Tarakan,” katanya.
“Mudah-mudahan sistem pengolahan sampah yang ada di Kota Tarakan itu dapat juga menjadi salah satu daftar isian dan masukan,” imbuhnya.
Hasan mengatakan, telah mendapatkan sejumlah masukan yang disampaikan Pemkot Tarakan, di antaranya yang menjadi perhatian adalah sanksi tegas atau penegakan hukum bagi masyarakat yang membuang sampah sembarangan agar menyadarinya.
Masukan dari Pemkot Tarakan, sanksi yang bisa diberikan berupa denda atau hukuman penjara. Namun sanksi itu masih dianggap tindak pidana ringan.
“Kalau di luar negeri, warga bisa diberi sanksi hingga pencabutan pemberlakuan KTP dan SIM. Nah itu salah satu mungkin perlu kita perbaiki,” katanya lagi.
Masukan lainnya terkait pengolahan sampah melalui 3R yakni Reuse, Reduce, dan Recycle (mengurangi, menggunakan, dan daur ulang). Bagaimana sampah organik dan non-organik dikelola dengan baik supaya tidak menjadi tumpukan sampah.
Diakuinya juga bahwa RUU ini belum masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019-2024. Menurutnya, bisa saja memakan waktu hingga lima tahun bahkan lebih dari itu. (ant/dim)