Jakarta- Posisi wakil menteri seharusnya ditunjuk dari pejabat karir yang ada di dalam birokrasi dan bukan anggota susunan kabinet.
Demikian hal ini ditegaskan Pengamat kebijakan publik, Taufiqurokhman kepada wartawan saat dihubungi melalui telpon, Jumat (25/10/2019).
Menurut Taufiqurokhman, persoalan pengangkatan menteri sudah diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Dia menambahkan hal itu juga sesuai dengan amanat di UUD 1945.
“Seperti juga diamanatkan oleh UUD 1945 dalam pasal 17 ayat (4) yang menyebutkan, pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian diatur dalamm UU, yaitu UU No 39 Th 2008,” kata Taufiqurokhman.
Permasalahan yang paling mendasar disebutkan Taufiqurokhman, pengangkatan wakil menteri ini merupakan kewenangan dari presiden atau cukup sampai di menteri yang bersangkutan. Opini yang terbentuk dari ketidakpastian tersebut, dinilai Taufiqurokhman seolah-olah posisi wakil menteri yang dimaksud oleh Presiden Jokowi untuk menampung orang-orang yang belum terakomodir.
“Seolah-olah jabatan menteri yang dimaksud oleh Presiden Jokowi adalah untuk menampung orang-orang yang belum terakomodir dan terkesan itu diperuntukkan pada orang-orang di luar birokrasi,” kata Taufiqurokhman yang juga Dekan dari Universitas Moestopo, Jakarta.
Taufiqurokhman berharap Presiden Jokowi segera mengambil langkah tegas dan sesuai dengan ketetapan undang-undang tentang pengangkatan posisi wakil menteri.
“Pengangkatan posisi wakil menteri itu sebaiknya bukan berdasarkan faktor belum adanya yang terakomodir dari kelompok elit politik. Untuk menghindari adanya opini pembagian kursi, sebaiknya Presiden Jokowi memberikan peringatan kepada para elit di partai politik untuk kembali bekerja demi kepentingan negara bukan untuk kepentingan pribadi apalagi kelompok. Karena hal itu jelas melanggar konstitusi,” tegasnya.(ron/pin)