Jakarta- PP Pemuda Muhammadiyah memberikan bantuan hukum kepada keluarga mendiang Randi, mahasiswa Universitas Halu Oleo yang tewas saat terjadi demo mahasiswa untuk tolak RKUHP di Kendari, Sulawesi Tenggara pada 26 September 2019 lalu.
Ya, bantuan hukum itu berupa perlindungan saksi dan pengacara yang akan membantu kasus Randi di kepolisian.
“Ada sembilan pengacara yang mendampingi, kita memang ingin bantu agar prosesnya berjalan transparan,” ujar Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Sunanto sebagaimana dilansir dari cnnindonesia, Kamis (3/10/19).
Para pengacara, kata Sunanto, hari ini mulai mendampingi saksi-saksi yang diperiksa kepolisian. Selain itu, pihaknya pun telah mendesak Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk memimpin investigasi penyebab kematian Randi.
“Kita juga beri pendampingan pada saksi-saksi agar ada titik terang dari kasus ini,” katanya.
Salah satu tim pengacara, Apri Awo mengatakan, polisi masih melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang diduga menjadi lokasi tewasnya Randi. Olah TKP ini dilakukan bersama tim pengacara dan Ombudsman perwakilan Sulawesi Tenggara.
“Olah TKP hari ini bersama tim pendampingan, penyidik Mabes Polri, saksi, dan Ombudsman Sultra. Hari ini langsung dibentangkan police line,” ucap Apri.
Usai melakukan olah TKP, polisi akan langsung memeriksa sejumlah saksi.
Randi merupakan mahasiswa Fakultas Perikanan Universitas Halu Oleo yang mengikuti aksi mahasiswa di Kendari menolak pengesahan RKUHP dan RUU kontroversial lain, serta batalkan revisi UU KPK.
Randi yang berada di tengah massa aksi di samping Gedung DPRD Sultra tiba-tiba terjatuh. Ia pun langsung dilarikan rekan-rekannya ke Rumah Sakit Korem karena jaraknya lebih dekat dari lokasi kejadian. Namun dalam perjalanan, nyawa korban tak bisa diselamatkan.
Berdasarkan hasil autopsi, Randi diketahui tewas tertembak. Namun belum diketahui apakah peluru tajam atau peluru tumpul. Sementara Yusuf Kardawi tewas setelah sempat kritis diduga karena benturan dengan benda tumpul di kepala.
Enam Polisi Diperiksa
Sementara itu, dilansir Antara, tim investigasi dari Mabes Polri telah memeriksa enam personel jajaran Polda Sulawesi Tenggara yang diduga melakukan kesalahan standar operasional prosedur (SOP) pengamanan unjuk rasa yang menyebabkan jatuh korban jiwa dari kalangan mahasiswa.
“Keenam orang personel yang berstatus terperiksa adalah DK, DM, MI, MA, H dan E. Mereka diduga melanggar SOP pengamanan unjuk rasa,” kata Karo Provost Mabes Polri Brigjen Pol Hendro Pandowo di Kendari, Kamis.
Tim investigasi Divisi Profesi dan Pengamanan Polri mengungkap enam orang personel dari Polda Sultra dan Polres Kendari ditengarai membawa senjata api saat pengamanan unjuk rasa menolak revisi RUU KUHP dan UU KPK di gedung DPRD Sultra, Kamis (26/9).
“Pemeriksaan anggota yang diduga melanggar SOP pengamanan unjuk rasa digelar secara intensif. Sesegera mungkin diajukan ke persidangan kalau pemberkasan sudah dianggap cukup,” kata Hendro.
Hal itu, katanya, penting demi kepastian informasi kepada publik tentang keterlibatan oknum anggota dalam kasus pelanggaran disiplin yang menjadi tugas dan wewenang Divpropam Polri.
Meskipun investigasi dugaan terjadinya tindak pidana maupun pelanggaran disiplin menjadi kewenangan Kepolisian namun demi akuntabilitas penanganan kasus unjuk rasa di Kendari yang menyebabkan Randi (21) dan Muh Yusuf Kardawi (19) tewas dunia maka ikut dilibatkan pihak eksternal yakni Komnas HAM, Ombudsman, dan pihak kampus.
Kapolda Sultra Brigjen Pol Merdisyam mengatakan Kepolisian berkomitmen mengusut tuntas pelaku penembakan mahasiswa Randi serangkaian aksi unjuk rasa menolak revisi undang undang yang mengundang kontroversi di gedung DPRD Sultra, Kamis (26/9/10) akhir bulan lalu. (ant/cnn/pin)