Di Mahan Agung, Iyay Mirza Dijaga Pusaka Jaga Pati Demi Mayang Bekekhang

1,047 views

LAMPUNG – Rahmat Mirzani Djausal atau Iyay Mirza, diantar (antak) secara adat oleh masyarakat Lampung Pepadun masuk Rumah Dinas Mahan Agung. Gubernur Lampung itu kemudian diterima masyarakat adat Lampung Pesisir.
Erdiansyah gelar (adok) Gusti Pn Igama Ratu dari penyimbang Say Batin Kebandaran Marga Balak Telukbetung menyambut penyerahan masyarakat adat, terutama dari Sungkay Bunga Mayang dengan memberikan pusaka dan pakaian kebesaran kepada Iyay Mirza.

Pusaka yang diberikan Marga Balak Teluk berupa keris yang diberi nama keris Jaga Pati dan pakaian kebesaran berupa kain sembika dan topi tapis (picung) bernama Mayang Bekekhang, kata Erdiansyah kepada Helo Indonesia, Sabtu (8/3/2025).

Dijelaskan Gusti Pn Igama Ratu, kain sembika dan picung melambangkan kehormatan. “Secara filosofis, kami memberikan kepercayaan kepada Pak Gub untuk menjaga kehormatan masyarakat Lampung,” ujarnya.

Kehormatan masyarakat adat Lampung sesuai falsafah hidup masyarakat adat Lampung, kata Gusti Pn Igama Ratu.

PUSAKA

Pusaka keris Jaga Pati merupakan merupakan simbol masyarakat Lampung menjaga Iyay Mirza agar senantiasa terlindung dari marabahaya.
“Jaga artinya menjaga, pati artinya bahaya. Jaga Pati simbol masyarakat Lampung menjaga Iyay Mirza dari bahaya,” ujarnya.

PICUNG

Topi atau picung bernama Mayang Bekekhang, Mayang artinya burung elang sedangkan Bekekhang artinya berjemur.

“Kita harus bangga memiliki kekayaan tradisi yang mengajarkan adat terhadap lingkungan sosial,” kata Anshori Djausal. Dengan nilai-nilai budaya tersebut akan terpelihara masyarakat yang hidup damai, ujar Bang An, panggilannya.

Gubernur Mirza dan Wulan Sari diiringi arak-arakan adat membuka pintu rumah. Wujud rasa senang, Iyay Mirza melakukan Tarian Ngigel bersama jajaran Forkopimda Provinsi Lampung di Mahan Agung, Rabu (5/3/2025).

Tradisi ini memiliki makna filosofis mendalam sebagai simbol kebersamaan, keterbukaan, dan gotong royong dalam membangun daerah.

Tradisi “Ngantak” sendiri merupakan tradisi turun temurun di Lampung sebagai simbol keterbukaan tuan rumah dalam menerima tamu. “Tradisi ini simbol eratnya persaudaraan, kebersamaan, serta komitmen dalam membangun daerah dan bangsa,” ujar Iyay Mirza.

“Ngantak” yang berarti membuka pintu, dimaknai Gubernur sebagai simbol keterbukaan Pemerintah Provinsi Lampung dalam menerima aspirasi masyarakat. “Pintu ini kita buka, bukan hanya secara fisik, tetapi juga simbol keterbukaan dalam berpikir, bertindak, dan berinovasi,” tegasnya.

Iyay Mirza mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mempererat persaudaraan, memperkuat komitmen, dan meningkatkan semangat kerja bersama demi mewujudkan Lampung Maju Menuju Indonesia Emas 2045.

“Dalam perjalanan pembangunan Lampung, kita tidak bisa berjalan sendiri. Kita membutuhkan sinergi, kolaborasi, dan gotong royong dari semua elemen masyarakat,” tambahnya.
Acara ini turut dihadiri Wakil Gubernur Lampung Jihan Nurlela, Forkopimda, Kepala OPD, Pimpinan Instansi Vertikal, tokoh adat, tokoh agama, hingga perwakilan organisasi masyarakat, dan tamu undangan lainnya. (HBM). (*)