JAKARTA – Pamer itu bagian dari Riya dalam agama Islam. Apalagi dengan gunakan fasilitas dari negara.
CH atau Lala MuldiDarmawan (LMD), Istri dari direktur HMD (bidang Kepatuhan dan Manajemen Risiko), yang kerap ikut serta dalam setiap perjalanan dinas menuai kritik tajam. Bahkan, dalam satu kunjungan dinas pertengahan September ke Batam, istri dirut juga terlihat menggunakan fasilitas negara seperti mobil, supir, protokol, dan ajudan dari bandara Soekarno-Hatta.
Salah satu foto yang diposting dalam akun istagram Lala MuldiDarmawan (LMD) @nengciqoq membuktikan jika sang istri CH kerap ikut dalam setiap kegiatan suaminya. CH yang berkacamata terlihat mengenakan hijab dan duduk di paling ujung sebelah kanan.
“Itu kegiatan dinas, acara bersama kantor, tapi istri beliau juga hadir,” kata salah satu pegawai yang mengaku bernama Agus.
Postingan Lala MuldiDarmawan atau CH di instagramnya seakan ingin menunjukkan dirinya sebagai sosok penting di PT Jasa Raharja. Kaukus Muda Anti Korupsi (KAMAKSI) Joko Priyoski meminta aparat penegak hukum untuk segera menindaklanjuti dengan memanggil direktur HMD dan istrinya CH.
LMD juga diduga ikut menentukan kebijakan internal seperti renovasi ruang kantor sang suami, serta menginisiasi acara pembinaan dan sosialisasi yang diikutsertakan istri-istri pegawai lain, tanpa dana yang jelas sumbernya selain kas BUMN.
“Dalam foto ini, CH atau LMD ingin memamerkan dirinya merupakan bagian dari pejabat penting di PT Jasa Raharja. Namun tanpa ia sadari telah merepotkan suaminya,” kata Joko Priyoski dalam pesan tertulis kepada wartawan, Sabtu, 4 Oktober.
Joko menambahkan KPK dan Kejaksaan Agung diminta untuk segera menindaklanjuti dengan memanggil pasangan suami istri ini. Patut diduga ada unsur penipuan atau manipulasi anggaran.
“Ada dugaan pengelabuan atau manipulasi anggaran.Kalau mau ikut suami boleh, tapi biayanya sendiri, jangan pakai fasilitas kantor, ” ujar dia.
Sebelumnya diberitakan Dalam pedoman Good Corporate Governance (GCG) Jasa Raharja, tercantum berbagai aturan yang diadopsi dari regulasi BUMN, termasuk Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-01/MBU/2011 tentang penerapan tata kelola perusahaan yang baik. Prinsip-prinsip GCG menuntut agar manajemen BUMN bersih dari praktik nepotisme, penyalahgunaan fasilitas, serta konflik kepentingan. Namun, detail konkret mengenai larangan langsung penggunaan fasilitas negara oleh keluarga pejabat tidak selalu diatur secara eksplisit di banyak BUMN, sehingga interpretasi dan penegakan menjadi lemah.
Praktik semacam ini berpotensi menciptakan kesan bahwa jabatan BUMN menjadi ajang “pusat manfaat” (benefit center) bagi sekelompok orang, bukan semata untuk menjalankan fungsi pelayanan publik dan kewajiban negara. Bila terus dibiarkan, hal ini bisa merusak kepercayaan publik terhadap institusi BUMN.