Indonesia – Malware berbasis Windows yang disebut “Warzone”, Malware berbahaya diduga telah menargetkan ribuan korban, berhasil dibongkar Pemerintah Amerika Serikat (AS),
Departemen Kehakiman AS (DoJ) telah meringkuk situs utama yang menjual malware tersebut, yakni warzone.ws. Tak cuma itu, ada tiga domain terkait yang juga telah dilumpuhkan dilansir dari cnbc indonesia.
Otoritas penegak hukum internasional juga telah menangkap dua tokoh kunci yang menjual malware tersebut ke penjahat siber lain, dikutip dari PCMag, Selasa (13/2/2024).
Warzone sendiri dijual secara terbuka di internet dengan biaya bulanan US$ 37,95 atau sekitar Rp 593.000-an.
Program malware berbahaya tersebut dirancang untuk menjadi pengontrol akses Trojan. Penjahat siber akan lebih mudah menyerang target secara diam-diam.
Adapun sasarannya adalah PC Windows. Peretas bisa mengakses kamera web, mencuri password dari browser, hingga men-download file-file korban yang diinginkan.
Salah satu pelaku yang ditangkap bernama Daniel Meli, berusia 27 tahun. Ia diciduk di Malta pada pekan lalu.
Dalam dokumen otoritas terkait, Meli beroperasi dengan nama samaran ‘xVulnerable’. Ia mengklaim telah bekerja sama dengan 500 pelanggan yang merupakan penjahat siber.
“Menurut dokumen, sejak 2012 Meli telah menjual jasa malware untuk kebutuhan penjahat siber melalui forum peretasan komputer,” kata keterangan DoJ.
“Secara khusus, Meli diduga membantu operasi kejahatan siber. Bahkan, ia menawarkan tool pengajaran, termasuk eBook,” lanjut keterangan DoJ.
Meli juga terlibat dalam mengembangkan akses pengontrol Trojan. Namun, belum diketahui lebih lanjut apakah ia merupakan pencipta Warzone atau hanya menjualnya.
Adapun pelaku kedua yang ditangkap adalah Onyeoziri Odinakachi berusia 31 tahun. Ia diamankan di Nigeria pada pekan lalu.
Otoritas federal mengatakan Odinakachi menyediakan bimbingan dan dukungan khusus bagi pelanggan yang membeli dan menggunakan malware Warzone sejak Juni 2019.
Penyelidikan terhadap penjualan Warzone dilakukan setelah otoritas AS mendeteksi malware tersebut menyerang banyak komputer di Massachusetts.
FBI lalu menyamar sebagai pembeli malware tersebut dan menganalisa dampak Warzone. Dari situ, diketahui bahwa fungsinya bisa digunakan untuk beragamn aksi penyerangan berbahaya.
DoJ mengatakan dua pelaku yang tertangkap berpotensi menghadapi hukuman penjara selama satu dekade atau lebih. (*)